Jika ada yang bilang Siksa Kubur memang dikhususkan untuk market pecinta film-filmnya Joko Anwar sebelumnya dan akan susah menggaet penonton awam, gue akan setuju dengan pernyataan itu tapi sekaligus juga bisa diperdebatkan.
Siksa Kubur adalah film horror reliji yang punya standard baru, meski kita tahu bahwa basic dari semua yang diutarakan oleh Joko Anwar adalah satu: Bagaimana membuktikan manusia itu mendapatkan siksa kubur setelah kejahatan-kejahatan yang mereka lakukan selama hidup.
Adalah Sita dan Adil, dua bersaudara yang hidup dirundung kemalangan setelah orang tua mereka meninggal dibom oleh so-called pemeluk teguh agama karena orang tersebut mendapatkan rekaman siksa kubur, cara terbaik dengan menghindarinya adalah dengan mati syahid. Konyol memang, tapi manifestasi agama dalam bentuk ekstrimis ini memang terjadi.
Setelah ditinggal orang tuanya, Sita dan Adil di-pondok pesantren-kan. Tapi ada hal yang memantik Sita untuk segera kabur dari pesantren itu. Dia mulai apatis dengan agama, apalagi ada beberapa orang yang merasa memakai topeng agama agar terlihat baik meski dalamnya busuk.
Beberapa tahun kemudian, setting berubah ke sebuah Rumah Panti Jompo -it reminds me of One Flew Over the Cuckoo's Nest for a bit, but in different measures. Sita menjadi suster dan Adil menjadi pemandi jenazah. And so on, hingga Sita dan Adil siap menjalankan rencana gila mereka: Membuktikan siksa kubur itu ada atau tidak.
Dari rangkaian 45 menit awal, buliding story Siksa Kubur memang solid, penampilan terbaik Widuri Putri dan kecanggungan Muzzaki membuat kita ikut merasakan bagaimana rasa kecewa mereka terhadap hidup dan lebih besar lagi: terhadap Tuhan melalui agama. Kemudian saat Sita dan Adil berganti dewasa, Faradina Mufti dan Reza Rahadian juga saling melengkapi satu sama lain, range emosi Faradina jelas adalah yang terbaik dari apa yang pernah dia persembahkan. Reza, as we know. He ate the role.
Yang menarik adalah bagimana Joko mampu membentuk karakter 3 generasi dengan kekuatan masing-masing, Di Generasi tua, ada kumpulan aktor2 kawakan yang tidak kalah dengan para juniornya. Kudos untuk Pak Slamet Raharjo dan Bu Christine Hakim yang sangat baik memerankan karakternya. Gue sungguh sedikit ketakutan saat scene terowongan dan Pak Slamet, terrifying.
Sementara dari semua hal terbaik di segi akting, sound design dan production value Siksa Kubur bisa dibilang di atas rata-rata untuk film horror sejenis di tahun ini, mungkin tidak akan bisa menandingi apa yang sudah Joko buat di Kala dan Pintu Telarang, tapi jelas ini juga masih yang terbaik.
Dan di atas semua itupun, bagian terbaik dari Siksa Kubur adalah final act yang sangat gila, bahkan gue sendiri ga expect bakal segila itu. Untuk ukuran Joko Anwar pasca-Pengabdi Setan, ini jelas membalikkan kembali signature Joko Anwar yang sebenarnya.
Mengenai korelasi Cinematic Universenya, memang masih banyak yang tersamarkan namun ada beberapa easter eggs yang merupakan homage dari film-film Joko sebelumnya, dari Kala hingga Pengabdi setan 2, hampir semuanya ada (ini akan gue bahas lain waktu) pun dengan Joko Anwar Cinematic Unverse-nya. Menarik bahwa komuni dari percabangan para pengabdi dan member Herosase sudah mulai muncul di permukaan dengan jelas (wah ini sih emang cocoklogi gue aja)