Dedikasi gila sutradara sekaligus pemeran utamanya untuk menurunkan berat badan lebih dari 50 kg dalam waktu satu tahun. Meski hanya bermodalkan rasa penasaran gue dengan kebenaran info sebelumnya, tetapi pada akhirnya gue amaze dengan hasil cerita yang cukup kuat memberikan kesan mendalam. Secara subjektif gue lebih suka cerita yang pemeran utamanya memiliki tekad yang kuat untuk bisa menjadi from zero to hero ketimbang cerita yang saat ini seringnya mengedepankan akan proses "penerimaan kondisi yang ada". Ditambah perubahannnya sendiri murni atas kerja keras aktornya tanpa cgi atau vfx apapun. Untuk sisi komedinya pun tetep works, selain itu film ini juga berhasil membuat penonton berempati dengan tokoh utamanya yang menurut gue masalah circle toxic itu relate banget dengan kebanyakan orang. Apalagi sebagai film bertema tinju, banyak beberapa scene yang mengingatkan gue dengan film rocky. Sangat worth banget untuk ditonton.

Film penuh pesan moral yang layak jadi bahan diskusi para pasangan muda mudi. Bukan mbak gina s noer namanya jika film yang ia sajikan tidak memberikan naskah yang ajaib penuh nilai meski tanpa terasa menggurui. Membuat semua adegan seakan natural sehingga membuat kisahnya menjadi sangat dekat dengan seluruh penonton sepertinya hal ini menjadi poin plus paling penting di film tersebut. Kehadiran Dinna Jasanti di kursi sutradara dapat dikatakan berhasil dengan directing seluruh aktor yang hampir seluruh castnya hadir tanpa celah yang terlihat semuanya saling mengisi satu sama lain. Apalagi banyak aktor baru yang krusial seperti Nurra Datu yang menggantikan zara sebagai dara, keanu yang memberikan dorongan komedi untuk menjaga ritme agar ceritanya tidak begitu depresif serta sosok Adam kecil yang gue tau mendirect anak kecil tuh pasti sesulit itu tetapi ia hadir dengan screen time yang tinggi namun mampu menyempurnakan ceritanya. Dengan set sinematografi serta skoring yang masih konsisten seperti film pendahulunya membuat beberapa adegan seketika bikin gue throwback aja yang menandakan film ini masih dengan kualitas yang sama. Hanya beberapa momen serasa terburu-buru dengan pace yang cukup cepat bikin gue pribadi merasa ini tuh dilakukan agar beberapa pesan yang mau disampaikan bisa semuanya masuk yang justru malah jadi boomerang terhadap film itu sendiri. Tapi overall, film ini sangat layak untuk kalian tonton sebagai film alternatif paska film horror lebaran.

Kembalinya ramuan film psikis joko anwar bertema horror. Yang bikin gue seneng dengan film ini adalah platting seluruh detail yang ada disetiap scenenya dan bahkan seluruh karakter yang hadir benar-benar difungsikan serta memiliki maksud yang semuanya akan ter reveal di babak ketiga. Tutur narasi yang dibangun diawal untuk memahami latar cerita kedepan sangat fluid dengan modal seluruh jajaran cast yang memiliki jaminan akting yang bagus bahkan untuk karakter yang benar-benar hadir hanya sepersekian menit saja kita akan tau bagaimana kualitas dan kematangan film ini tuh seperti apa. Meski memang alur slow pace di babak pertama dan kedua bakalan bikin penonton jenuh apalagi banyaknya dialog yang seolah kita di dikte atau di brainwash tentang pesan yang ingin disampaikan dari film ini yang bikin gue pribadi agak kurang nyaman, tetapi semuanya akan terobati dengan klimaks yang dar der dor dan bahkan rasanya kita ga dikasih jeda untuk menenangkan pikiran sejenak. Untuk endingnya sendiri, sama kayak film koreeda kemarin kita dikasih open ending yang mungkin dibuat agar kita bisa berdiskusi untuk menentukan akhir kisahnya seperti apa tergantung dari perspektif masing-masing. Jadi film ini bisa dibilang punya cerita yang berat dan bukan seperti film horror lainnya maka wajar jika nanti beberapa orang akan terpecah antara mereka yang bener-bener suka dengan filmnya dan orang yang merasa kecewa dengan alur cerita yang membingungkan. Tapi menurut gue, film ini tetap sangat layak untuk ditonton.

Film paling bikin nostalgia tapi tetap berkelas dari unsur cerita. Kadang tuh film-film lama yang dibuat sekuel nya seringkali cuma milking kerinduan doang, dan terkesan aji mumpung tanpa memperdulikan kualitas filmnya seperti apa. Tapi apa yang ditampilkan riri riza dan mira lesmana ini sebuah pengecualian. Cara mereka memasukan nuansa nostalgia nya selaras dengan cerita nya yang berkembang. Gue suka bgt penokohan Sherina yang dulu punya mimpi besar hingga kini masih ada ambisi namun selayaknya manusia kenaifannya justru yang membuat para penonton tidak simpati ke sosoknya. Namun hal ini justru yang memperlihatkan bahwa ya main character itu tetap manusia. Belum lagi sosok sadam yang perkembangan karakternya disampaikan dengan cukup baik. Untuk koreografi nya sendiri gue merasakan feel lalaland dan film disney bergabung menjadi satu dan tidak terkesan norak. Apalagi gue salut kepada sherina selaku music director nya yang membawa semua lagu lama nya dengan aransemen yang mirip namun untuk liriknya diubah menyesuaikan kepribadian dan isu yang mereka bawa saat ini. Hanya kekurangannya ada di fighting scene yang masih perlu lagi dipoles dan coloring yang terlalu jomplang dari scene hutan ke scene rumah syahlendra yang merusak feel pada film ini menurut gue. Tapi overall gue sangat enjoy dan menikmati setiap moment yang ada di film ini.

Akhirnya horror MD Picture bisa upgrade kualitas dari segi apapun. Jujur, dengan ekspektasi rendah gue untuk film ini rasanya cukup dibuat kaget dengan hasilnya yang ternyata justru mampu membuat atmosferik horrornya dapat gue rasakan hingga akhir film. Bahkan gue ngerasa kalo gambaran kisah thread kkn dulu lebih tervisualisasikan dengan film ini. Apalagi lead actor yang cukup oke terkhusus untuk pemeran ratih ciamik pokoknya. Meski gue akui juga banyak kekurangan lain seperti karakter-karakter yang tidak begitu memiliki fungsi dan juga shoot adegan yang ga penting serta beberapa part yang rasanya terlalu dragging banget sampe gue sesekali agak kelelahan ngikutinnya. Tapi sekali lagi itu semuanya terbayarkan dengan hasil akhir yang baik. Meski bukan salah satu tipe film horror yang gue suka, tapi bagi gue film ini justru lebih layak untuk diapresiasi ketimbang film pendahulunya.

Drama romance yang paling realistis dan menyayat hati. Sebenernya film ini udah rame di luar negeri sebelum gue nonton, dan setelah gue tonton filmnya gue paham kenapa film ini jadi buah bibir yang menarik bagi banyak orang. Naskah dialog dan penceritaan yang sangat genuine dengan akulturasi 2 budaya yang sangat mencolok namun tidak digambarkan dengan begitu lebay yang bikin film ini relate dengan kita. Dengan sinematografi yang sering menampilkan spot unik yang menebalkan gap antara 2 budaya korea dan amerika. Meski memang film ini very slow pace dan tidak dianjurkan bagi kalian yang ga sabaran dan kurang energinya karena bisa jadi kalian bisa ketiduran di tengah tengah film. Hal ini karena memang issue yang dibawa sangat sederhana, namun nilai moralnya sangat mungkin jadi bahan diskusi dengan temen nonton kita pas beres film. Dan justru dengan slow pace nya ini, kadang ada di beberapa moment yang kita mencoba menebak nebak apa yang selanjutnya akan mereka lakukan atau apa yang akan terjadi nih yang justru jadi keseruan buat kita sendiri. Semoga kalian berkesempatan buat nonton film ini.