Tumpal Tampubolon memang tahu betul bagaimana ngasih cerita yang punya impact secara emosional. Sepanjang nonton Crocodile Tears, gak henti-hentinya gue amaze sama layer bercerita dia hingga eksekusi yang intensitasnya terus naik dari awal sampai akhir.

Dari cerita itu, kemudian ditranslasikan oleh tiga karakter utama yang bermain sangat baik.

Yusuf Mahardika dengan range emosi yg ditahan, sangat susah ngasih ekspresi itu. Tapi dia berhasil.

Zulfa Maharani yang menurut gue ini penampilan terbaiknya sepanjang dia maen film

Dan tentu saja, the star of the show: Marissa Anita.

Penampilan memukau dengan ekspresi yang kuat bikin karakter Mama ini either we love it or hate it. Dan Marissa berhasil membawakannya.

Awalnya gue fikir ini bakal jadi film yang bergenre horror suspense, tapi rupanya jauh dari itu bahkan bisa dibilang lebih horror.

Crocodile Tears berhasil bikin gue bengong di endingnya yang 🤯🤯🤯

Production Desain-nya juga 👌👌👌

Salah satu ensemble cast terbaik tahun ini, bahkan pemain-pemain yang berperan sebagai zombie juga bermain dengan baik.

Punya struktur cerita yang straight to the point, meski tanpa tahu backstory, kita masih bisa paham apa yang mau dideliver penulis lewat eksekusi Kimo.

Yang menarik, Abadi Nan Jaya memang ngasih intentitas thriller yang mumpuni namun tetap dengan kritik sosial yang ditempelkan baik secara explisit maupun implisit.

Yang bikin kita yang nonton ngeh bahwa yang mau disampaikan itu tepat sasaran.

Di bagian cast, gue suka banget gimana Mikha Tambayong beneran ngasih power yang besar buat karakter yang dia mainkan. She deserve the spotlight for this one.

Sementara itu, stealing scene-nya (nanti kalau dah pada nonton akan paham) Ardhit dan Claresta nailed it.

Apakah ini film Zombie terbaik yang pernah Indonesia punya? Bisa dibilang begitu karena emang jarang ada.

Dan Kimo, seperti yg gue bilang. Kali ini beneran lepas dengan eksekusi yang sepertinya dia memegang full kontrolnya.

Saat The Sasono menjadi diri mereka sendiri (kecuali bagian frugalnya), gw sebenernya lumayan oke dengan eksekusi dan pemilihan cast yg oke.

Tapi, backstory keluarga Irit ini kurang kuat, gak ada trigger yang nguatin sepanjang film.

Selebihnya, Keluarga Super Irit ini hangat

Ya ada bagian yang ngerasa kurang, tapi gak mengurasi enjoynya nonton sebagai film keluarga yang meski konfliknya linear.

Sama sekali ga expect filmnya bakal banyak bikin ketawa

Ketawa yang kadang bitter, kadang ngerasa bahwa yg ada di cerita ini emang kenyataan yang terjadi di dunia ketiga.

Represi oleh negara, pemerintahan yg lalim hingga tubrukan antar rakyat kecil.

Konsep road movie yang unik, dan sebenernya jg bukan masuk ranah film yang berat yak. Tapi emg issue yg diangkat ini sangat berat dan penting.

Sekelompok orang yg ngebawa 1 orang yg punya masa lalu kelam karena kejadian represif

Gue suka lagi 🫣

Mungkin salah satu adaptasi yang oke, gue gak nonton film originalnya makanya gak bisa bandingin.

Tapi penampilan Arya Saloka, Bront Palare dan Davina Karamoy itu bikin film ini ngasih intensitas thriller yang sangat rapih.

How they manage slow burn thiller dari cerita yang kayaknya biasa aja tapi rupanya menarik sampai ending.

Dendam Malam Kelam ini one of a kind yang harusnya works pas di bioskop kemaren. Tapi ya mungkin emang belom siap aja penonton kita

Gak buruk untuk debutan sutradara film bergenre horror.

Angkara Murka ini sebenernya bisa dibilang film politik yang dikasih bumbu horror. Tentang pira yang mendadak hilang, kekuasaan semena2 hingga pesugihan

Sepanjang filmnya menggunakan bahasa Jawa, untung aaja banyak aktor2 lokal yg emang bisa bikin film ini terasa beliveable, meskipun dialek Raihaanun dan Simhala masih sesekali off.

Intenstitas tinggi diending, tapi depannya rada slow