Chemistry Reza Rahadian dan Sheila Dara ini beneran ngehidupin film The Most Beautiful Girl in the World. Gimana mereka berinteraksi, gesture mereka yang flawless hingga cara mereka menguatkan karakter satu sama lain yang bikin film ini kuat secara penokohan.

Mungkin emang yang bikin film ini agak sedikit kedodoran adalah durasi yang lumayan panjang untuk ukutan romcom. Tapi ga ngurangin esensi filmnya.

Karena emang banyak yg mau disampein dan dikelarin satu persatu.

Tentu saja, kita emang rindu dengan film romcom ginian di Indonesia. Dan The Most Beautiful Girl in the World ini cukup ngasih kesan yang oke setelah nonton.

Adegan terdampar adalah hal terbaik di film ini.

Tanpa ekspektasi apapun, dan gak nonton semua film sebelumnya (maapken). Rupanya, Bridget Jones: Mad About The Boy ini fun to watch. Ngalirnya enak dari awal sampai akhir.

Yang awalnya agak kagok tapi jadi ngehook sampai ending.

Cerita romcom yang ya ringan-ringan aja.

Bridget dah lama ga menjalin hubungan setelah ditinggal mati suaminya, terus ada brondong yang ngedeketin. Awalnya takut tapi jadi mau. Abis itu konfliknya ya masalah gap umur dan gimana cara pandang mereka yg beda.

Tonton deh. Ringan

Another horror berisik yang lemah dieksekusi dan sebagian ceritanya.

Sumala sebenernya punya modal kuat karena urban legend yang mungkin udah banyak yang tau, tapi ga bjsa diolah jadi horror proper.

Pemeran Kumala/Sumala mungkin jadi satu2nya yang menyelamatkan film ini

Note kepada para produser atau sutradara atau penulis skrip yang maksain dialek Jawa ke aktornya dan malah jatohnya jelek bener.

Mending bahasa Indonesia dicampur dikit ga masalah. Problem klasik film kita kalau udah pake bahasa daerah.

Gore-nya Sumala mungkin oke. Tapi kebanyakan juga kayaknya rada dipaksain biar kesannya serem banget.

Sesekali masih wajar, selebihnya keknya berlebihan aja.

Tapi ya mungkin emang skripnya gitu 🫣

Mengingatkan sama Captain America: The First Avenger.

Bagus meski final fightnya kurang.

Ya masih okelah

Sepanjang nonton I'm Still Here sesekali bergumam dlm hati: kita pernah ada di situasi yang sama. Penculikan paksa, penindasan atas paham anti-komunisme yang bikin banyak orang hilang tanpa diberi kesempatan untuk membela.

Fernanda Torres layak menang tahun ini.

Masih bengong setelah kelar nonton, banyak banget perasaan berkecamuk dalam hati: Remuk karena situasi yang sama, hancur karena banyak orang yang tercidera karena rezim otoriter dan gak bisa ngapa2in selain melanjutkan hidup meski lukanya masih membekas.

Cerita yang ditawarkan Nosferatu sebenernya sudah ada di banyak film bertema yang sama. Wajar karena ini juga adaptasi dari buku dan film bisu tahun 1922. Jadi sebenernya gak perlu membandingkan dari segi apapun.

Versi terbaru ini memang lebih fresh secara kemasan dan terror.

Yang jadi fokus gue adalah eksekusi yang sangat briliant dari Robert Eggers dengan paduan horror dan set yang juara.

Ditambah dengan akting pemainnya yang cakep bikin Nosferatu ini beneran jadi pengalaman nonton horror di Bioskop yg gak bakal terlupa.

Aspek teknisnya gokil.

Dari 4 katagori Oscars tahun ini, gue berharap Nosferatu meraih keempat2nya. Apalagi Production Design sama Sinematografi filmnya beneran top notch. Shoot2 cakep dengan kualitas mumpuni.