JUMBO ( 9,5/10 )

Siapa sangka, Indonesia akhirnya mampu untuk menghadirkan film animasi yang begitu indah dan memukau seperti Jumbo!

Diproduksi oleh Visinema Studios dan disutradarai oleh Ryan Andriandhy, "Jumbo" menceritakan Don, seorang anak laki-laki berusia 10 tahun yang menyukai cerita dongeng buatan ayah dan ibunya. Suatu hari, dia menemukan kejutan yang menuntunnya ke sebuah misteri dan petualangan, yang membuatnya mengenal arti janji dan persahabatan.

✨ Visual yang Menawan
Setiap detail dalam film ini menurut gua benar-benar berhasil menghidupkan suasana Indonesia, dari lingkungan, budaya, hingga atmosfer khasnya yang terasa begitu dekat dan nyata.

🎵 Soundtrack yang Emosional
Musik dalam film "Jumbo" menurut gua telah berhasil dalam menghidupkan setiap momen, membangun suasana yang pas, sekaligus memperkuat emosi dalam cerita.

📖 Cerita yang Menghibur, Menginspirasi, dan Menyentuh Hati
Film ini bukan hanya sekadar animasi, tetapi juga sebuah kisah yang mendalam, menyoroti tema mengenai keluarga, persahabatan, dan bullying. Dengan eksekusi cerita yang telah dimaksimalkan dengan baik, "Jumbo" bukan hanya menjadi tontonan yang menyenangkan, tetapi juga penuh inspirasi. Ditambah dengan sebuah plot twist yang tak terduga, "Jumbo" semakin memberikan pengalaman menonton yang penuh kejutan dan makna.

Secara keseluruhan, "Jumbo" bukan hanya sekadar film animasi biasa, tetapi sebuah karya yang membuktikan kemajuan animasi Indonesia. Dengan visual yang indah, soundtrack yang emosional, dan cerita yang menghibur sekaligus penuh makna, film ini sukses menghadirkan pengalaman menonton yang memukau dan menyentuh hati.

"Jumbo" merupakan film yang wajib untuk ditonton di bioskop, baik oleh anak-anak maupun penonton dari segala usia!

MICKEY 17 ( 7/10 )

"Mickey 17" menghadirkan fiksi ilmiah unik dengan visual memukau, akting solid Robert Pattinson, dan satir khas Bong Joon-ho, meski film nya cukup boring!

"Mickey 17" merupakan film sci-fi terbaru karya Bong Joon-ho yang dibintangi oleh Robert Pattinson sebagai Mickey Barnes, seorang "expendable" dalam misi kolonisasi di planet beku Niflheim. Setiap kali Mickey meninggal, ia direplikasi dengan ingatan yang tetap utuh. Namun, konflik muncul ketika Mickey 17 kembali dan menemukan bahwa versi baru dirinya, Mickey 18, telah dibuat, sehingga menimbulkan dilema etis dan eksistensial yang mendalam.

Sinematografi film ini menurut pandangan gua cukup memukau dengan visual futuristik yang suram dan atmosfer mendalam.

Scoring musik pada film ini menurut gua cukup minimalis dengan sentuhan orkestra yang menambah atmosfer ketegangan dan nuansa melankolis.

Robert Pattinson tampil dengan sangat solid sebagai Mickey Barnes, sebab menurut gua ia sukses membedakan karakter Mickey 17 dan Mickey 18 melalui ekspresi dan bahasa tubuh nya yang halus, menggambarkan kebingungan hingga keputusasaan dengan sangat meyakinkan.

"Mickey 17" menawarkan sebuah premis cerita yang menarik tentang identitas dan eksistensi, dibalut dengan satir khas Bong Joon-ho. Namun, alurnya berjalan lambat dengan banyak momen yang terasa membosankan, membuat ceritanya kurang greget.

Secara keseluruhan, "Mickey 17" menyajikan sci-fi dengan konsep menarik, visual keren, dan akting solid Robert Pattinson. Namun, alurnya yang lambat dan beberapa bagian yang terasa membosankan membuat film ini kurang greget. Meski tetap membawa sentuhan satir khas Bong Joon-ho, eksekusinya tidak sekuat yang diharapkan.

THE MONKEY ( 8/10 )

"The Monkey" menghadirkan teror boneka monyet mematikan—setiap bunyinya, satu nyawa melayang!

Disutradarai oleh Osgood Perkins, "The Monkey" mengisahkan kehidupan dari saudara kembar Hal dan Bill Shelburn (Theo James) yang menemukan kembali sebuah mainan monyet tua peninggalan ayah mereka. Tanpa mereka sadari, setiap kali monyet itu berbunyi, kematian misterius akan terjadi di sekitar mereka.

Sinematografi pada film ini menurut gua cukup indah dan atmosferik, dengan pencahayaan gelap yang sukses membangun ketegangan.

Scoring musik pada film ini menurut gua sudah cukup baik, sebab berhasil mendukung atmosfer film ini dengan cukup efektif.

Dari segi cerita, "The Monkey" memang bukan film dengan cerita yang kompleks, tetapi masih mampu untuk menghibur penonton dengan elemen horor yang menarik. Film ini juga menghadirkan konsep unik yang mengingatkan pada franchise Final Destination, di mana setiap kali boneka monyet berbunyi, seseorang pasti akan mati. "The Monkey" juga bisa dibilang sebagai film horor komedi, karena menurut gua, setiap adegan kematian para karakternya terlihat konyol dan absurd, menambah elemen hiburan di balik terornya.

Secara keseluruhan, "The Monkey" menghadirkan horor atmosferik dengan konsep menarik ala Final Destination. Dengan sinematografinya yang indah, didukung scoring musik yang efektif dalam membangun ketegangan. Meski ceritanya tidak terlalu kompleks dan sesekali terasa lambat, film ini tetap menghibur dan layak ditonton bagi pecinta horor.

INTERSTELLAR ( 10/10 )

"Interstellar" bukan hanya sekadar film sci-fi, tetapi kisah mendalam tentang petualangan, ilmu pengetahuan, dan cinta yang melampaui batas ruang dan waktu!!!

Christopher Nolan kembali menghadirkan sebuah mahakarya yang memukau dan menggugah emosi. "Interstellar" bercerita tentang Bumi yang semakin rusak dan tidak bisa lagi menopang kehidupan manusia. Seorang mantan pilot NASA bernama Cooper (Matthew McConaughey) mendapat tugas penting untuk mencari planet baru yang bisa dihuni manusia. Ia harus melakukan perjalanan ke luar angkasa melalui lubang cacing (wormhole) bersama timnya. Namun, perjalanan ini sangat berbahaya dan membuat Cooper harus meninggalkan keluarganya, terutama putrinya, Murphy. Mereka menghadapi banyak tantangan, seperti waktu yang berjalan lebih lambat di luar angkasa, planet yang tidak sesuai harapan, dan keputusan sulit yang penuh emosi.

Sinematografi pada film ini sangat menakjubkan banget, sebab film ini menampilkan visual luar angkasa dengan sangat indah. Lubang hitam (black hole) bernama Gargantua terlihat sangat realistis dan memukau. Semua efek spesialnya pun menurut gua dibuat dengan detail yang luar biasa.

Hans Zimmer, sang komposer film ini, menurut gua berhasil menciptakan musik yang indah dan mendalam. Musiknya menambah ketegangan dan emosi, membuat film terasa lebih hidup.

Eksekusi cerita "Interstellar" menurut gua terbilang sangat brilian, sebab film ini menggabungkan sains yang kompleks dengan emosi yang mendalam. Christopher Nolan mampu menyajikan konsep cerita berat seperti relativitas waktu, lubang hitam, dan dimensi kelima dengan cara yang tetap menarik bagi penonton awam seperti gua. Alur ceritanya pun penuh ketegangan, kejutan, dan momen emosional yang kuat, terutama hubungan Cooper dan Murphy. Jujur, pas Cooper akhirnya bertemu Murphy setelah puluhan tahun, gua nggak bisa nahan air mata. Meskipun beberapa bagian terasa membingungkan, terutama di akhir film, semuanya tetap terhubung dengan baik, menjadikannya pengalaman sinematik yang mendalam dan berkesan.

Matthew McConaughey berperan sangat baik sebagai Cooper. Salah satu adegan paling menyentuh dan ikoniknya adalah saat ia menonton video dari anak-anaknya yang sudah tumbuh besar sementara ia masih berada di luar angkasa.

Secara keseluruhan, "Interstellar" bukan hanya film tentang luar angkasa, tapi juga tentang cinta, keluarga, dan harapan. Film ini punya efek visual yang luar biasa, cerita yang menyentuh, serta musik yang indah. Kalau kalian suka dengan film sci-fi atau cerita yang penuh emosi, film ini wajib banget ditonton!

CONCLAVE ( 9/10 )

"Conclave" bukan hanya sekadar film drama religi, tetapi juga thriller psikologis yang penuh intrik dan kejutan!!!

"Conclave" adalah sebuah film thriller politik yang mengangkat kisah pemilihan Paus di Vatikan setelah kematian mendadak Paus sebelumnya. Film ini sendiri disutradarai oleh Edward Berger. Film ini sendiri berfokus menceritakan kehidupan Thomas Cardinal Lawrence (Ralph Fiennes), yang memimpin konklaf, sebuah pertemuan rahasia para kardinal untuk memilih Paus baru. Namun, seiring berjalannya proses pemilihan, terungkap berbagai intrik, rahasia, dan persaingan politik di antara para kardinal, membuat konklaf ini semakin menegangkan dan tidak terduga.

Dari segi sinematografi, menurut gua film ini berhasil menampilkan visual yang sangat detail dan megah, dengan pencahayaan dan komposisi gambar yang mencerminkan kemisteriusan Vatikan.

Scoring musik pada film ini juga telah berhasil dalam memberikan nuansa dramatis dan menegangkan pada film ini. Dengan dominasi nada rendah dan paduan suara gerejawi, scoring musiknya semakin memperkuat ketegangan serta kesan sakral dalam proses pemilihan Paus. Jujur, sepanjang nonton film ini, gua dibuat deg-degan sama scoring musiknya. Setiap nada yang dimainkan makin bikin suasana tegang dan gak nyaman.

Eksekusi cerita pada film ini menurut gua juga terbilang solid dan penuh ketegangan. Film ini berhasil membangun atmosfer misterius sejak awal, dengan narasi yang mengalir secara perlahan namun tetap menggugah rasa penasaran.

Ralph Fiennes tampil dengan akting luar biasa sebagai Cardinal Lawrence. Ia berhasil menampilkan karakter yang penuh wibawa, tetapi juga menyimpan sebuah konflik batin yang mendalam. Setiap ekspresinya dan gesturnya terasa meyakinkan, membuat penonton ikut merasakan tekanan dan dilema yang sedang dihadapinya.

Secara keseluruhan, "Conclave" adalah sebuah film yang menarik bagi pecinta film thriller politik dan drama sejarah. Dengan alur cerita penuh ketegangan, akting yang luar biasa, serta visual dan musik yang mendukung, film ini layak untuk ditonton dan mendapat pujian.

ANAK KUNTI ( 4/10 )

"Anak Kunti" merupakan sebuah film horor drama Indonesia yang cukup mengecewakan!!!

"Anak Kunti" mengisahkan kehidupan Sarah (Gisellma Firmansyah), seorang santriwati yatim piatu yang dihantui mimpi buruk tentang kuntilanak. Ia pun memutuskan untuk mencari jawaban dengan pergi ke Desa Wonoenggal, tempat yang diteror oleh makhluk gaib tersebut. Bersama sahabatnya Azizah (Wavi Zihan) dan dokter Majid (Abun Sungkar), Sarah berusaha mengungkap misteri kelam tentang asal-usulnya dan membebaskan Desa Wanoenggal dari kutukan.

Sinematografi dalam film ini menurut gua sudah cukup baik. Visualnya tidak terlalu gelap, sehingga detail tetap dapat terlihat jelas. Selain itu, latar tempat yang indah justru menambah kontras dengan nuansa horornya.

Scoring musik dalam film ini menurut gua terasa berlebihan khas film horor, namun tetap efektif dalam membangun suasana mencekam.

Sayangnya, eksekusi cerita pada film ini menurut gua terasa lambat dan kurang greget, bikin penonton jadi gampang bosan.

Jumpscare pada film ini terasa murahan, ditambah juga penampilan Kuntilanak nya yang kurang meyakinkan. CGI nya pun terlihat kasar, makin mengurangi kesan horornya.

Performa akting dari para pemainnya bervariasi, ada yang sudah bagus, tapi sebagian masih terasa kaku.

Secara keseluruhan, "Anak Kunti" gagal untuk menghadirkan pengalaman horor yang memuaskan. Meski sinematografinya sudah cukup baik dan latar tempatnya mendukung nuansa horor, namun eksekusi cerita yang lambat, jumpscare murahan, CGI kasar, serta akting yang tidak merata membuat film ini terasa kurang greget dan membosankan.