Keajaiban Air Mata Wanita
Sebenarnya gak masalah kalau mau bikin film dakwah, tapi kalo dikemas dengan cerita dan dialog yang menggurui, filmnya jadi tidak menarik untuk ditonton. Ditambah lagi seluruh karakternya tidak ada yang realistis (kecuali dua teman kantor kiki yg ngegosipin Kiki jadi pelakor, di depan si kiki langsung, dan mereka berdua cuma nongol di layar selama lima detik), entah bagaimana pentonton bisa terkoneksi dengan cerita dan karakternya. Kiki yg merasa terus menerus dirundung kemalangan, sembari tinggal di rumah mewah dengan perabotan mewah, dan memakai baju-baju cantik, dan dirinya sendiri cantik jelita. Kalo dikata ya, gue kalo ditimpa kemalangan tapi masih punya priviledge seperti Kiki, gue gak bakal sempat bersungut2, pasti gue lebih sibuk menikmati keindahan rumah, atau paling tidak sibuk ngurusin rumah mewah itu deh, disapu atau dipel kek.
Pergeseran fokus cerita, yg awal hingga tiga perempat film pada kemalangan beruntun Kiki, namun di seperempat akhir film fokus cerita bergeser pada Bagas yg menghadapi dilema hendak menikah atau tidak, cukup membingungkan penonton. Tapi yg lebih membagongkan adalah, penyelesaian segala masalah dan kemalangan yang merundung Kiki adalah sosok lelaki muda dan single yg tinggi putih ganteng serta kaya raya dan punya bisnis travel umrah. Jadi moral of the story adalah: orang cantik jodohnya orang ganteng.
Oh ya, satu-satunya kekuatan film ini adalah akting Citra Kirana yg sepanjang film dari awal sampe akhir mewek terus, nangiiisss aja kerjaannya, and she delivered. Honor Citra Kirana mesti didobelin sih. Oh ya, satu lagi, bagian paling favorit saya adalah saat mertua Kiki tiba2 nongol saat kiki sdg merebus tiga butir telor. Hehe.
Keajaiban Air Mata Wanita