Not bad, but not so good either. Ketegangan yg dibangun cukup intens. Terdapat improvement di beberapa bagian cerita tapi overall ceritanya tetap terasa sangat kuat daur ulangnya.
Yang juga cukup baik adalah adegan pertarungan berdarah antara Pram dan xxx menjelang akhir film.
Yang bikin sebel, setting tahun 80an tapi selain props furnitur dan mesin telepon, tak ada satupun yg mengindikasikan setting 80-an terutama make-up dan rambut Titi Kamal dan Sara Wijayanto yg terlihat sangat dekade 2020-an ya kaka.
Kesimpulan: departemen cerita masih dapat diperbaiki dan dipertajam.

Mungkin film ini adalah peak-nya film horor cacat logika. 5 menit pertama diisi dengan penampakan dan jumpscare gak guna yg seolah menjadi fondasi cerita, padahal sebenarnya tidak. Satu jam berikutnya diisi jatuh bangun kisah cinta Rahmat dan Anisa yg dishoot ala sinetron TVRI tahun 90-an dgn dialog khas drama pementasan teater anak kelas 2 SD dan cerita yang… cacat logika… masak ada org yg berprestasi akademis lalu tanpa ada hujan dan angin mau jadi perampok bank? Dan sukses merampok bank pula tanpa ada bekal apa2? Bonnie dan Clyde mungkin sdg terguling2 di kubur mereka karena film ini.
Lanjut 20menit berikutnya yang WTF, ga ngerti itu jalan cerita apa,
Lalu 10 menit terakhir, seolah ingin membuat damage control, dibikinlah storyline ala Mulholland Drive, atau versi lokal terbaru yang sama eleknya: Hotel Sakura; menjadikan film ini berubah haluan dari yg tadinya peak cacat logika menjadi peak ketololan. Amazingly bad.

Filmnya sick banget ceritanya sick. Artika Sari Devi sick. Terlepas dari beberapa loop hole dalam cerita dan penceritaan, film ini cukup menyeramkan. Top 5 horor lokal terbaik tahun ini.

Back story cukup ruwet dan karakternya terlalu banyak, jadi harus konsen mengikuti cerita dari awal. Plot leading up to the revealing cukup intens, tapi koq ya penyelesaiannya begitu aja… kayak… lha gitu doang… dan mistery unfolding pun agak old school. Intinya, ending kurang memuaskan.

Casting dalam film ini sangat baik, seluruh bintang sangat cocok memerankan tokoh yg mereka mainkan. Setting lokasi juga sangat bagus, mendukung cerita. 45 menit awal cerita berjalan dengan sangat baik, fondasi cerita dan teror yang dibangun cukup membuat bergidik. Lewat 45 menit cerita mulai kedodoran, teror mulai terasa repetitif dan cerita mulai terasa tidak jelas entah mau dibawa kemana. Penyelesaiannya pun terasa simple yg kalau dipikir2 sudah terkuak sejak awal film, tapi sangat didramatisir utk keperluan menutup cerita.
Overall, Maryam cukup solid dan menyeramkan. Bravo.

Terlepas dari elemen misogynist, saya suka dengan ke-absurd-an cerita dan bagaimana Fajar Nugros men-treat cerita tersebut dgn level absurditas yg hampir sama. Ada sedikit kekecewaan bagaimana cerita dibawa menjelang akhir film, namun endingnya cukup memuaskan. Yang cukup disayangkan adalah Peran Didi Nini Towok bisa lebih dimaksimalkan.