Film ini memang jauh lebih fokus ke komedi dibandingkan horornya. Untuk porsi horornya memang sangat sedikit tapi dieksekusi cukup baik (tidak hanya mengandalkan jumpscare).

Untuk komedinya sendiri juga cukup beragam dan beberapa ditulis dengan sangat baik, tapi beberapa juga ada yang terkesan dipaksakan.

Sayangnya, karena hampir sepanjang film dibombardir dengan beragam komedi terus menerus justru drama di akhir film ini terasa dibuat berlebihan dan terlalu panjang.

Film ini dipenuhi oleh berbagai kemegahan, mulai dari cerita, sinematografi, musik, kostum, sampai akting yang luar biasa dan sukses menggambarkan berbagai kisah dan psikis Ava.

Keputusan menggunakan alur cerita non linier dari 3 timeline berbeda mungkin sedikit membingungkan di awal cerita, tapi seiring berjalannya cerita justru semakin menarik melihat bagaimana ketiganya perlahan terlihat mulai saling terhubung dan akhirnya terhubung sepenuhnya di akhir cerita.

Yang kurang dari film ini ada di beberapa dialog yang tidak umum didengar, seperti penggunaan "Almarhum Ibu" dibandingkan "Almarhumah Ibu" atau "Mendiang Ibu". Selain itu, bagian akhir film ini juga terasa kurang jika dibandingkan dengan kemegahan-kemegahan yang ditunjukkan di awal film.

Dari awal munculnya Zhen di film sudah dapat ditebak kalau dia akan menjadi pendekar naga yang baru menggantikan Po. Dengan plot yang mudah ditebak itu, pengembangan karakter Zhen pun dibuat mainstream dan sama sekali tidak memicu emosional penonton.

Begitu pula villain utamanya, Chameleon. Penokohan Chameleon sebagai villain sangat buruk sehingga penonton tidak bersimpati dengan motifnya dan tidak terpukau juga dengan aksinya.

Meskipun dilihat berbagai aspek seperti visual, cerita, komedi, dan penokohan sangat kurang dibandingkan film-fim pendahulunya, Kung Fu Panda 4 tetap bisa jadi tontonan asik. Namun, jangan berharap lebih.

Godzilla X Kong: The New Empire benar-benar memusatkan ceritanya di kedua raksasa tersebut dan peran manusia di film ini hanya sebagai karakter pembantu. Namun, itu bukan kekurangan tapi keunikan karena film ini cukup berhasil menceritakan konfik yang dialami Kong dan Godzilla yang bahkan tidak bisa berbicara hanya dengan ekspresi dan aksi mereka (ya walaupun dibantu dengan beberapa adegan yang melibatkan manusia).

Film ini berhasil membuat Kong dan Godzilla tampak seperti "dewa" alih-alih hanya tampak seperti "monster raksasa". Pertarungan antar kaijunya juga sangat epik, bukan hanya sekadar pertarungan raksasa yang memporak-porandakan sekitarnya.

Sayangnya dalam film ini ada beberapa adegan yang bisa lebih dieksplor sehingga bukan hanya menjadi adegan pendukung yang sekadar lewat, seperti adegan pertarungan Godzilla dan Tiamat dan adegan Kong mendapatkan gauntletnya.

IF (Imaginary Friends) yang ada di film ini sangat beragam dan menarik, mulai dari penampilan sampai sifatnya. Hanya melihat mereka mungkin sudah cukup menghibur.

Hanya saja itu gak cukup untuk menutupi kekurangan dari film ini. Kekurangan paling menonjol adalah bertebarannya plot hole yang menimbulkan pertanyaan, salah satunya adalah kenapa Bea bisa melihat semua IF selain miliknya sendiri?

Selain itu, bagian akhir film ini juga tidak begitu "wah" karena tidak membuat penonton terlalu empati emosi dan mudah ditebak, termasuk siapa IF milik Bea.

Dengan cerita yang sebenarnya cukup sederhana, film ini berhasil membuat penonton sangat empati. Hal ini terjadi karena cerita yang diangkat sangat relate dengan kehidupan nyata.

Bukan hanya dari segi cerita, perkembangan karakter dalam film ini juga sangat bagus dan menarik untuk diikuti. Salah satunya adalah perkembangan karakter M yang awalnya hanya memikirkan cuan sampai bagaimana dia benar-benar kepada Amah.

Sangat disayangkan anak-anak Amah, yaitu Ibunya M, Kiang, dan Soei kurang dieksplor dalam film ini. Padahal beberapa masalah mereka sudah sedikit disinggung di dalam film dan akan menarik jika dieksplor lebih dalam.