Cynthia Erivo dan Ariana Grande berhasil menghidupi perjalanan duo karakter Elphaba dan G(a)linda yang unik serta visual Wicked yang memesona. Andai beberapa bagian musikal yang tidak terlalu perlu--yang seolah hanya ingin menunjukkan pemerannya bisa menyanyi dan menari--dilewatkan, kisah ini akan lebih padat, menyenangkan, dan jauh dari kebosanan.

Dengan eksplorasi yang berbeda dari pakem, Racun Sangga: Santet Pemisah Rumah Tangga meredefinisi horor Indonesia. Film ini menunjukkan bahwa film santet tidak melulu harus menghadirkan kelabang dan muntah paku, adegan kerasukan tidak perlu dieksekusi berlebihan, apalagi mengandalkan penampakan untuk menjadi horor sejati. Ada faktor lain yang membuat film horor menakutkan dan membuat kita peduli pada karakternya, dan itu berhasil diaplikasikan Racun Sangga: Santet Pemisah Rumah Tangga, misalnya melalui scoring Aghi Narottama yang creepy dan naskah autentik dan kuat karya Gusti Gina. Bukan berarti Racun Sangga: Santet Pemisah Rumah Tangga tidak punya celah. Film ini bisa jadi punya plothole di akhir filmnya, serta embel-embel "kisah nyata" yang tampaknya membuat Racun Sangga: Santet Pemisah Rumah Tangga tidak mampu menghadirkan klimaks memuaskan setelah duduk menonton dua jam.

Proses kelahiran Alien: Romulus sebagai babak baru yang layak, berpegang pada film orisinalnya, penuh esensi horror, cerdas, dan inovatif, nyaris sempurna. Kurangnya suntikan suspense membuat teror Alien: Romulus tidak sekuat cengkeraman facehugger dan Rain Carradine final girl yang mudah dilupakan.

Lemahnya naskah garapan Husein M. Atmodjo dan pengarahan dari Rizal Mantovani membuat Pusaka gagal mengembangkan lore-nya yang unik dan antik, sementara koleksi-koleksi gore-nya kerap dipertontonkan tanpa adrenalin.

Kereta Berdarah berangkat dengan naskah yang lebih masuk akal dibanding horor kebanyakan. Hal ini memungkinkan Rizal Mantovani tidak sebatas menyuguhkan keahlian dalam mengolah gambar cantik dan penampakan dedemit, tetapi memberi nyawa dalam bercerita yang sebelum ini hasilnya kerap diragukan oleh sebagian orang--aku perlu berterima kasih secara khusus kepada sang penulis naskah Erwanto Alphadullah. Chemistry duo Hana Malasan dan Zara Leola yang believable membantu Rizal Mantovani mewujudkan visinya, ditambah karakter-karakter pendukung lain di dalam kereta. Suka bagaimana teror perlahan dibangun di setiap kejadian gerbong dan diekspos cukup variatif, apalagi ketika konflik merebak dan turut melibatkan kengerian ulah para manusia. Ending-nya memukau dengan arahan khas Rizal Mantovani, melebihi ekspektasi bahkan setelah berandai-andai liar sesaat melihat "petunjuk" di salah satu kursi kereta. Kereta Berdarah adalah sebuah perjalanan kelas VIP yang memuaskan.

Dipenuhi sudut-sudut gambar yang berpresisi dan musik latar membuat Jurnal Risa by Risa Saraswati tidak terasa autentik sebagai film found-footage dan kurang nuansa seram. Eksekusi babak ketiganya ada peningkatan, tetapi belum memuaskan.