Gue gak ekspek bakal dapet pengalaman menonton film drama tentang tiga orang yang berebut cinta lewat tenis seintens ini, semenegangkan ini dan seciamik ini dalam bertutur. Dengan gambar-gambar cakep dan pemain-pemain secara visual juga oke bikin Challengers ini salah satu film drama olahraga yang gak boleh dilewatin.

Dari menit pertama, scene-scene tenisnya ini beneran naruh kita kayak berada di lapangan dan ikutan menonton ketegangan game-gamenya. Di luar itu, kehidupan percintaan Thasi, Art dan Patrick ini beneran mengalir enak dari awal sampai akhir. Durasi 2 jam lebih malah bikin ga ngerasa bosen karena alur timeline yang maju mundur. Semua elemen di film ini bekerja dengan sangat baik.

Zendara, Mike Faist, Josh O'Connor kalian keren banget 🫵🫵

Glenn Fredly the Movie ini adalah film yang bisa bikin kita sing-a-long dengan kualitas akting Marthino Lio yang mumpuni.

First moment pas Marthino nafas terus ngomong udah yang "anjrit Glenn banget ini".

Mungkin ini bukan totally biopik ya, karena ada beberapa part yg emang ga diceritain. Tapi sebagai serangkaian film yang menceritakan tentang tokoh. Glenn Fredly the Movie cukup berhasil menggambarkan itu meski durasinya lumayan cukup panjang.

Tapi kalau masalah nostalgia sama lagu2nya Glenn, jelas fansnya Glenn akan dikasih fan service yang total. Bisa nyanyi-nyanyi bareng se-Bioskop.

Beberapa karakter yang memang IRL dekat sama Glenn juga ada yg ga dimasukin, mungkin pertimbangan lain.

Overall, masih enak ditonton

Gue ga mentreat Dua Hati Biru sebagai kelanjutan kisah dari Dua Garis Biru sebelumnya karena pasti akan ada yang dibanding-bandingkan.

Karena buat gue dua2nya punya value yang berbeda, feel yang berbeda dan eksekusi yang berbeda.Memang, sebagai kelanjutan kisah sebelumnya DHB ini boleh dibilang unggul secara cerita yang lebih dewasa (tentu saja ini karena perubahan 4 tahun setelah Dara-Bima menikah dan adanya Adam).

DHB punya makna sendiri tentang life after married (for young couple) dan gimana parenting itu perlu meski berbeda di setiap generasi.

Ada adjustment, ada penurunan ego dan ada yang harus rela berkorban. Itu kalau yg gue tangkep dari semuanya.Kalau boleh dibilang, kekuatan Dua Hati Biru selain story adalah kemampuan Nurra dan Angga membawakan stereotipikal pasangan muda dengan emosi berlebih yang terasa di sini.

Farell sebagai Adam juga mampu bermain dengan sangat baik.Keanu sekali lagi ngebuktiin kalau dia memang sudah tepat ada di jalur pemeran pendukung yang bisa "brighten" the situation.

We need more Keanu as "penjaga mood film"In the end, Dua Hati Biru memang sebenar-benarnya Film Lebaran tahun ini. Ada keluarga, ada konflik dan ada kehangatan.

Dan karakter 'itu' yang ditiba2 nongol apakah akan menjadi... GCU??? *MULAI*

Oh the symbols, akan banyak diskusi ttg perubahan warna dan simbol2.

The most dangerous place is the safest place.

Cecilia terjebak teror mematikan di Biara, tempat terakhir bagi Cecilia untuk memperbaiki hidupnya yang mulai kehilangan arah.

Dikemas dengan pace yang lumayan cepat, intensitas horror yang menanjak pelan tapi efektif.

Jumpscare-nya juga ga yang berlebihan. Saat dimunculkan memang berasa efektif dan cukup bikim kaget.

Mungkin yang membuat gue ngerasa agak kurang dari Immaculate ini adalah endingnya yang ya bisa dibilang nanggung.

Jangan ngarepin horror yang gimana2, karena sebenernya Immaculate ini malah lebih ke horror reliji yang mungkin akan menyinggung banyak pihak, tapi mungkin saja memang terjadi di kehidipan nyata.

Gore, horror dan thriller jadi satu. Sydney Sweeney meyakinkan.

Entah kenapa ga bisa menikmati joke-joke yanh disampaikan dalam Mukidi ini. Terkesan dipaksakan dengan punch line yang juga ga gong-gong banget.

Dialek Gading sebagai orang Jawa ini juga ada sedikit dipaksakan. Selebihnya film ini emang ga membawa apa2 cuma kayak sketsa komedi

Kalau jaman dulu ada Oom Pasikom, nah mungkin Mukidi ini maunya kayak gitu. Tapi kayak ga punya signaturenya sendiri.

Dan gatau juga sih apakah film ini adaptasi dari karakter yang sama atau tidak.

Sijjin ga ngasih sesuatu yang lebih dari horror-horror lain.

Dengan premise yang sebenernya bisa jadi sesuatu yg menarik, tapi malah dibuat medioker horror kebanyakan yang ngandelin banyak jumpscare.


Mungkin yang menarik dari Sijjin adalah aura horror yang diciptakan dari set aja yang mendukung, itupun ga sepanjang film.

Selebihnya ya segitu-gitu aja.

Ustadz-nya juga termasuk cupu 🫠🫠