Profesi guru jadi rentan difitnah saat seorang murid mengadukan bahwa dirinya jadi korban pelecehan yang sebenarnya tak pernah terjadi.

Kasus pelecehan seksual yang umumnya berpihak pada korban terlebih dahulu, jadi bumerang buat sang guru. Metode pengajaran, karier, hidup pribadi, keselamatan nyawa pun jadi taruhan yang harus dihadapi sang guru.

Seperti The Hunt karya Thomas Vinterberg, Good Teacher menyerang psikologis sang guru. Caranya menyelesaikan masalah seakan tak pernah jadi solusi terbaik. Dan hal yang makin bikin frustrasi, film ini dibuat berdasarkan kejadian nyata.

Pencarian seorang bibi pada keponakannya yang menjadi trans dan pindah ke Turki memberikan tontonan drama yang memperlihatkan kehidupan para trans dan struggle life mereka di Turki, sembari mengeksplor rasa rindu dan kehilangan pada orang yang tadinya dibenci dan kini dicinta.

Ditemani seorang pemuda yang ingin menyebrang ke Turki demi kehidupan lebih baik, kedua unlikely team up ini menemukan jalan terjal demi mencari sang keponakan. Tetapi walau sang bibi mendapat keponakan baru di perjalanannya, ia masih belum menyerah!

Kisah coming-of-age remaja kali ini sampai di wilayah pesisir pantai Brazil.

Gamblang, vulgar dengan elemen seksual dan violence yang mewarnai ruang rasa penasaran di kepala para remaja. Film ini sayangnya kurang berani mengeksplor cara tutur agar lebih enak dinikmati.

Bukan berarti jelek, tapi film jenis ini sudah banyak dibuat dengan gaya yang setipe. Budaya samba, pesta dan kekerasan di Brazil jadi pembeda.

Sister Midnight yang jadi surprise filme JWC ternyata bukan film India biasa. Premis suami istri menikah tanpa pacaran dan menghadapi masalah dalam pernikahan ditampilkan dalam gaya komedi gelap dan sentuhan 'horor vampire' yang menggelitik sekaligus simbolik.

Mengejutkan, sama seperti labelnya sebagai surprise film! Arah plot berjalan penuh kejutan di tiap sekuensnya. Sebuah pengalaman unik tapi bukan buat semua orang.

Film drama penuh intrik tajam, setajam durian yang jadi inti konflik.

Bikin gemes dan ngeselin melihat karakter utama dalam film ini seperti gak berdaya direbut rumah dan kebun duriannya, semua karena kematian sang suami.

Mertua dan 'anak angkat' yang merebut memang bukan orang-orang jahat tipikal, malah cenderung lemah, namun justru itu yang bikin makin gemas.

Drama dengan premis telenovela namun digarap serius ini membuka mata akan berharganya kebun durian montong di Thailand sana, sekaligus mengkritik isu perkawinan sesama jenis yang berpotensi bikin kisruh keluarga karena tidak dilegalisasi.

Padahal kita tahu sendiri budaya gender di Thailand cenderung fluid. Film yang bagus dan penting sekaligus jadi perayaan legalisasi pernikahan LGBTQ+ di Thailand.

Dalam "Girls Will Be Girls", Shuchi Talati memotret eksplorasi seksual Mira, remaja putri India straight A's student di sekolah elit.

Bersama Sri, pemuda teman sekelas, eksplorasi Mira terhambat pengawasan sang Ibu, teman perundung dan statusnya sebagai murid teladan.

Intim, blak-blakan, menggemaskan, penuh gejolak & gairah remaja, #GirlsWillBeGirls adalah potret rasa penasaran remaja masa kini pada seksualitas.

Preethi Panigrahi mengesankan dengan raut lugu diseling fierce-nya, interaksi bersama Kani Kusruti sang ibu sangat dinamis. BAGUS!!!