Film yang upgrade secara teknis dan lebih niat dalam bercerita dari film pertamanya.

Sang sutradara, Kimo Stamboel lagi dan lagi sukses memperbaiki franchise horror yang dibangun dengan buruk. Badarawuhi di Desa Penari pun memiliki ambience yang cukup baik, dari storytelling, rules dan world buildingnya juga dibangun dengan cukup jelas.

Meskipun dengan storytelling yang cukup baik, rasanya film ini cukup lama karena tempo berceritanya cukup lambat atau slowpace banget. Mungkin lagi dan lagi tidak akan cocok buat penonton yang suka cari terror karena ini slowburn banget (sama kaya Siksa Kubur kemarin).

Scene terror yang bagus menurutku saat Mila (Maudy Effrosina) mandi itu bagus dan jauh lebih realistis ketimbang Widya (Adinda Thomas) pas mandi di film KKN di Desa Penari yang dulu. Scene final di babak ketiga pun juga bagus, pas Mila dan Ratih terjebak di Angkara Murka sambil nari sama banyak orang tuh lebih ngeri ketimbang ada hantunya.

Teknis keseluruhan filmnya juga lumayan cakep dan jauh lebih proper dari yang sebelumnya dan editing transisinya juga smooth, bagus banget. Warning buat yang phobia ular karena disini lumayan banyak scene ularnya.

Penampilan Maudy Effrosina, Aulia Sarah sama Claresta Taufan bagus banget, sisanya sih cuma yaudah ajalah yaa.

Film ke-10 Joko Anwar yang membawa isu-isu penting dan mempunyai konsep dari segala perbuatan pasti ada konsekuensinya. Untuk penonton yang bukan penggemar film slowburn atau slowpace yang mengharapkan banyak adegan teror yang serem, film ini mungkin terasa cukup lama. Tetapi, perlahan semuanya akan terbayar lunas. Terutama babak pertama dan babak kedua berjalan dengan cukup apik. Apalagi film ini dibuka dengan sangat solid, karena cukup penting dan berpengaruh pada psikologis karakter utamanya. Pada babak ketiganya, Siksa Kubur pun cukup banyak menimbulkan pertanyaan namun bisa dijadikan diskusi dan refleksi untuk penonton.

Scene didalem kuburan, gorenya dan siksaannya pun bikin melek! Joko Anwar juara kalo bikin ginian. Ditambah, cinematography dan sound designnya edan! bikin merinding sepanjang film.

Seluruh karakter dalam film ini mendapatkan porsi yang pas dan semua aktor sukses memerankan peran mereka dengan bagus banget. Terutama Faradina Mufti dan Widuri Puteri yang keren banget gilak.

Camera movement yang bagus dan penampilan apik Luna Maya tidak bisa menyelamatkan film ini. Storynya tetep template ala Hitmaker Studios meskipun ini lebih bagus dari Indigo.

13 Bom di Jakarta jadi film penutup tahun yang seru dan fantastis!

Salam hormat buat mas Angga selaku sutradara yang selalu bikin penyegaran buat perfilman indonesia di tengah gempuran film horror yang pasti rilis tiap minggu.

Dari cerita, 13 Bom di Jakarta ini masih belum sempurna, banyak plot hole yang bikin alur ceritanya kurang konsisten dan beberapa part kesannya agak maksa jadiin Indodax jadi penyambung ceritanya. Meskipun cerita yang diangkat cukup baik mengenai kebobrokan dan korupnya sistem negara ini. Tapi plot twistnya surprise banget gileee.

Ansambel cast bagus aktingnya dan karakternya di dalem film tuh bener-bener diperluin. Tapi yang jadi miss di film ini yaitu semua karakternya ga dikasih development character, yang harusnya dikasih biar penonton merasa emosional tiap liat karakternya.

Secara teknis, Fight Scene-nya pun keren, Scene Car Chase-nya pun jadi favorit karena epic dan edan bgt, Tembak-tembakan-nya gokil dan Ledakannya? PECAH.

Iklan Indodax yang dijadiin film mahal tp worth to watch!

Sebuah peningkatan dari film pertamanya, lebih niat untuk bercerita dan menjawab apa yang tidak terjawab di film pertamanya. Namun, setelah menjawab pertanyaan film pertamanya, film ini membuat pertanyaan baru. Apakah akan ada Para Betina Pengikut Iblis 3? kita liat aja nanti.

Cara bercerita film ini masih cukup rumit, masih lompat-lompat ditambah editing yang terkadang lumayan ganggu dengan transisi cuaca dengan sambaran petir ala film pertamanya. Meskipun film ini masih mengabaikan logika cerita yang tidak masuk akal, setidaknya sudah tidak ada freezer dan ketawa iblis yang annoying.

Acting para lead actor yang over the top tapi cukup bagus. Terutama untuk Sara Fajira yang timescreen nya kurang di film pertama diberi porsi yang banyak dan tampil dengan baik. Penampilan Hanggini dan Mawar Eva juga cukup oke, Meskipun porsi Mawar Eva berkurang untuk film kedua ini.

Tapi sayang banget gorenya tanggung, gakayak film pertamanya. Kalo emang mau dibikin trilogi, bikin berdarah-darah dong, sayang rating 21+ nya.

SATU LAGI FILM INDONESIA TERBAIK TAHUN KEMARIN!

Awalnya sih mikirnya bagus aja, ternyata bagus banget. Cerita yang disuguhkan & pola berceritanya itu fresh banget, apalagi ditambah 80% scenenya itu hitam putih tapi sukses memotret romansa orang dewasa yang berwarna.

Yandy Laurens sebagai director menangkap semua apa yg terjadi didalam perfilman indonesia, sebuah sarkas-sarkas untuk sinema indonesia yg sering dijadiin bahan gosip sama para sinefil seperti pandangan negatif publik tentang film hitam putih, tamu-tamu gala premiere, pelaku industri dibalik layar (entah pemain atau crew itu sendiri). Para sinefil pasti mengerti apa yang dimaksud dalam film ini hehe.

Acting semua cast disini diberi porsi yg cukup banyak untuk pengenalan karakter mereka. Dari Ringgo Agus, Nirina Zubir, Sheila Dara, Dion Wiyoko, Julie Estelle dan Alex Abbad. Terbaik!

Comedynya pun pecah banget apalagi yang di bagian endingnya aduh itu kocak bgt lah! dramanya pun emosional banget pas scene Hana gasengaja baca script yg ditulis sama Bagus di kontrakannya. Semuanya dibangun sama mereka dengan sungguh apik dan manis.

"Jatuh Cinta Seperti di Film-Film, Horror" - Pak Yoram