Nonton Versi Uncut. Awalnya kira bakal dapet adegan frontal yang eksplisit ternyata nggak juga. Haha

Bagian awal filmnya mengingatkanku pada nuansa setting latar Bumi Manusia. Gowok cukup berhasil merangkum dan menceritakan perkembangan budaya prostitusi kelas atas berbalut pelajaran seks sebelum menikah di Indonesia, khususnya di wilayah Jawa Tengah. Film ini juga menyinggung soal sejarah Gerwani, yang jujur bikin nostalgia pelajaran Sejarah waktu SD. Meskipun begitu, elemen ini terasa seperti tempelan yang nggak terlalu terjalin kuat dengan alur utama.

Memasuki paruh kedua, film ini berubah jadi drama penuh kerumitan soal siapa tidur dengan siapa, sambil membuka tabir misteri dan dosa masa lalu tiap karakter.

Ada satu karakter yang kehadirannya terasa nggak begitu penting; Liyan. Inkonsistensi bahasa ngapak nya menjanjikan didepan tapi tersesat kemudian. Tapi salut buat casting director yang berhasil banget milih pemeran Jaya dan Ratri. Transisi dari versi remaja ke dewasa, berasa liat Reza Rahadian dan Raihaanun versi muda.

Eksplorasi cerita Chris dan Braxton di film ini terasa lebih dalam. Karakter The Punisher yang begitu melekat pada Jon Bernthal terasa kuat, hingga vibenya seperti sedang menonton Punisher dan Daredevil sebagai kakak-adik di semesta lain.

Meski begitu, secara pribadi saya lebih menyukai film pertamanya, karena fokus pada sisi autistik Christian yang digali lebih mendalam. Di sekuel ini, sisi itu terasa lebih redup, bahkan cenderung terpinggirkan.
Namun kekurangan itu tertutup oleh alur cerita yang tetap seru diikuti hingga akhir. Apalagi dengan adegan baku tembak di babak penutup yang cukup memuaskan.

Despite I am not into all things Korean, I found Cinta Tak Seindah Drama Korea surprisingly fun. The characters and storyline were enjoyable, without being overly dramatic with refreshing touch of comedy. I don't really like the plot twist toward the end, but I guess it’s fair enough how the ending turned out.

Premisnya mengingatkan pada Pengabdi Setan, Unfinished Bussiness sang Ibu dengan beberapa ornamen kemiripan didalamnya. Tapi dikemas dengan tone, set dan teknis yang sangat Awi Suryadi.

Menggunakan pendekatan klenik sebagai penyelesaian masalahnya, film ini mengusung kemelaratan hidup dan susuk pesugihan sebagai backbone cerita sudah banyak dijumpai dilibrary film indonesia.

Terror 7 harinya repetitif, terasa tempo dan durasi yang cukup lama, anehnya tidak memberi banyak efek pada para karakter didalamnya. Tapi patut diakui eksekusi terrornya lumayan.

Untuk "lagi lagi adaptasi" ini sebenernya tidaklah buruk, tetapi Do you see what I see adalah garapan Awi paling lumayan sejauh ini.

I had no idea, nonton sampe durasi sejam rasanya ga sanggup buat sampe finish, no wonder ni film straight to VOD.
Entah ya, even pake A listers Casts dan produksi semahal ini ga bikin film ini menyenangkan.
Semua serba tanggung, terutama disisi arah cerita.

Nonton ini terbagi dalam 3 babak :
30 menit pertama mungkin terasa membosankan karena pengenalan karakter seperti nonton drama keluarga biasa.
masuk ke fase kedua, terasa horror sekali, dark! sambil mencoba mengerti kalo kita pernah mengalami fase rezim yang serupa tapi tak sama.
fase ketiga akan menyisakan rasa sesak, trauma dan pertanyaan atas ketidak adilan sementara hidup tetap berjalan.

salut sih sama karakter eunice ini ; kuat banget! tidak terlihat rapuh didepan anak anaknya serta logis ngejalanin hidup!