Film ini untuk fan atau pecinta dari Five Nights at Freddy's, cukup dan simpel. Kalau anda salah satu fan franchise tersebut, maka film ini bisa sampai 8 ataupun 10. Tapi sayangnya sebagai kritik, film ini punya banyak masalah. Dari plot yang sudah ketebak dari awal, penulisan karakter yang bodoh dan parah, kelakuan karakter yang bodoh, kenapa tidak ada polisi atau pemerintah yang mencari orang (youtuber/ pembawa acara hantu) hilang, dan tentunya glup shitto, alias cameo dan referensi dari franchisenya. Jumpscare memang menjadi hal identik serinya, tapi tidak perlu sampai membuat film ini penuh dengan jumpscare, sampai membuat bosan dan repetitif akhirnya.

Aslinya film ini 5/10, tapi gw apresiasi banget animatronic-nya, dan beberapa adegan karakter mati lumayan brutal. Salah satunya dari Mangle, salah satu animatronic kesukaan gw. Maka dari itu gw naikin satu poin.

Legenda Malin Kundang + dua film Joko Anwar dulu, jadilah film ini. Apalagi dengan babak akhir yang hanya dipenuhi dengan plot twist dan revelation, bikin cape nontonnya. Belum twistnya yang dark, dan gw acungin jempol mau membawa isu yang dulu pernah diangkat di Siksa Kubur, lagi ke sini. Terutama isu tersebut masih jarang ada di film Indonesia, ataupun media Indonesia. Sayang, padahal paruh pertama masih oke, tapi pacingnya dan repetitif yang terjadi membuat film ini kerasa seperti film yang dua jam.

Not bad dari duo sutradara, Rafki dan Kevin, tapi sayang, yang membuat gw merasa pingin nonton ini lagi hanya karena di pembukaan film, yaitu ada teaser untuk film barunya Joko Anwar.

Abadi nan Jaya, film zombie Indonesia yang bukan pertama, tapi pertama dalam hal kualitas. Sayang, plot masih seperti film zombie pada biasanya. Ikut perspektif keluarga dan orang yang terkena bencana ini, yah memang sih ga spesial dan baru banget. Terlebih beberapa karakter melakukan hal yang bodoh dan tidak masuk akal. Karakter Kenes juga bukan karakter yang likable, sampai sampai scene akhir film tidak memberikan aku perasaan sedih ataupun kasihan terhadap apa yang terjadi dengannya. Untungnya karakter lain masih oke. Sayang juga Bambang, walaupun seorang gamer, gatau sama sekali tentang zombie. Sangat fatal logis ini, padahal dia main Dreadout. Yah, filmnya bagus, cuman writingnya sangat disayangkan. Sama ada satu scene di awal saat satu karakter berubah jadi zombie, kenapa pakai suara sound effect letupan gelembung yang konyol dan terkesan murah?


*Karena akhirnya ada film zombie Indonesia yang kompeten dan bagus, aku tambahin satu poin. Aslinya ini skor 5.

Seru dan keren, dari actionnya sampai ke creature designnya. Gila sih akhirnya mereka pakai Sarcastic Fringehead buat design aliennya. Perspektif Yautja sebagai karakter utamanya juga patut dihargai, karena berbeda dari film-film sebelumnya. Dan akhirnya memasukkan perusahaan Weyland Yutani ke film Predator menegaskan bahwa Yautja dan Xenomorph memang hidup di satu universe (karena banyak yang lihat AvP ga canon, padahal harusnya canon).

Rekomended! Tapi kalau di franchise-nya memang, bukan terbaik, tapi tetap. Ini film berhasil menjadi film yang menyenangkan, keren, dan memberikan banyak creature design yang sangat bagus. Lebih mending nonton ini film daripada seri Alien: Earth yang busuk itu.

Ga sebagus yang pertama, tapi masih sebuah film sekuel yang oke untuk ditonton. Wajib ditonton jika emang suka banget dan cinta dengan film pertamanya. Tapi kalau tidak, mending nunggu pas streaming saja.

Disini filmnya seperti menggabungkan film Nightmare on Elm Street dan Conjuring. Tapi sayangnya peraturan tidak jelas. Grabber bisa menyerang dan menyakiti orang yang sedang tidur, di film ini orang tersebut adalah Gwen, adik dari Finney. Tapi pada babak akhir, anehnya dia bisa menyakiti orang yang bangun dan berada di alam asli, bukan di alam mimpi. Kalau begitu, kenapa tidak membunuh yang lain saja terlebih dahulu? Agar ketiga mayat tidak ditemukan? Ketiga mayat tersebut merupakan tiga bocah yang menjadi pembunuhan awal dari sang Grabber. Ditunjukkan dengan lumayan brutal, bisa dibilang cukup berani untuk menunjukkan adegan sadis membunuh anak kecil. Juga film ini masih memiliki titik terkuat saat mengubah film modern menjadi film vhs, dengan grainy footage. Lumayan creepy dan disturbing, seperti film pertamanya.

Poin lemah lainnya menurut saya ada di karakter komedi, Barbara. Terkadang adegan komedi berbau religius seperti memarahi Gwen dengan omongan stereotip karakter religius. Sayangnya, adegan komedinya sangat tidak lucu, dan dari seluruh film hanya terdapat satu momen saja yang menurut saya lucu. Karakter ayah yang memiliki rambut jenggot sangat lebat juga membuat distraksi yang cukup ampuh. Sampai melupakan bahwa ia dengan kedua anaknya sedang berbicara tentang hal serius dan emosional.

7/10

Walaupun tidak seindah dan sebagus dalam tata editing, coloring, dan cinematography-nya Decision To Leave, No Other Choice masih merupakan salah satu film terbaiknya Park Chan-wook. Memperlihatkan bahwa pekerja buruh yang walaupun sudah bertahun-tahun masih bisa saja ditebang, layaknya pohon yang ditebang, untuk dijadikan kertas, untuk mendapatkan kekayaan. Pohon tersebut pun dilupakan. Ironis, ular kanibal menggigit karakter utama yang "kanibal" tersebut. Intinya, No Other Choice menjelaskan cerita film tersebut. Karakter yang menjadi jahat karena tidak punya pilihan lain, padahal aslinya mereka punya. Recommended!