Don't get me wrong, i love Exhuma on so many aspects: political-reference, acting, and creepy atmospheric-building. Tapi Exhuma kehilangan pegangannya terlalu cepat, cerita yang dibangun mulai nampak dragging di separuh durasinya.

Hidden symbol yang memenuhi film pun nampak ditempatkan asal-asalan, tanpa peduli konteks. Dampaknya, Exhuma terlihat begitu padat, namun juga kosong dalam waktu yang bersamaan.

Penceritaan mengenai latar belakang kisahnya pun dipilih dengan cara paling praktis dan malas: flashback yang kelewat panjang. Begitu juga konklusi yang terkesan murahan, tak sebanding dengan cerita yang susah payah dibangun.

Membandingkan Exhuma dengan The Wailing pun terdengar non-sense, it's still a good ride tho.

What a year for horror movies!

Oddity resmi menjadi salah satu film horor terbaik tahun ini. Really simple yet perfectly executed. Barangkali Damian McCarthy adalah sutradara horor paling potensial belakangan ini, setelah debutnya "Caveat" yang juga segar dan memukau.

Menggabungkan konsep "whodunnit" dan supernatural, Oddity terasa tiada celah di semua aspek: penokohan, jalan cerita, visual, hingga jumpscare yang sangat kreatif. Konklusi juga dihadirkan dengan sangat memuaskan. Paket lengkap yang harus ditonton!

Despite the cliche plot-twist. Maharaja still has its own sparks.

Tipikal film yang mahir menyimpan rahasia. Maharaja hadir seperti perpaduan Oldboy, Incendies, dan Nobody. Kisah balas dendam dengan konklusi yang megah dan membuat kita tercengang.

Komedi sesekali diselipkan dan penempatannya selalu efektif. Aksi brutal juga melengkapi atmosfernya yang semakin lama semakin menegangkan dan menimbulkan banyak tanya. Durasi 2 jam lebih pun tak akan terasa panjang. Berani sekaligus menghibur!

The dumbest horror movie i've seen this year.

Keputusan-keputusan bodoh dan plot-hole yang bertebaran seakan-akan saling melengkapi. Film yang kehilangan arah seiring durasinya.

Setan yang bisa dipukul? Is it a zombie or a ghost? This movie can't even make its mind up. Ketika segalanya terasa berantakan, satu-satunya yang bisa ditawarkan adalah jumpscare receh dan murahan. Latar belakang tokoh yang sama sekali tak membuat kita peduli, timing humor yang seringkali tidak tepat, juga konklusi yang hadir dengan praktis dan tergesa-gesa.

How to waste your time for nothing 101.

It's just...okay. Sedikit lebih baik dibandingkan Pengabdi Setan 2. Berangkat dari sebuah premis berupa pertanyaan yang kontroversial, Joko Anwar justru sibuk menjadi pretentious at its finest.

Pertanyaan-pertanyaan ditebar dengan berantakan tanpa tendensi yang jelas. Opening yang megah pun nampak sia-sia karena cerita mulai terasa kabur bahkan sebelum pertengahan durasi.

Third act juga selalu menjadi masalah besar beliau semenjak Pengabdi Setan 2. Production design dan penokohan tentu juara, namun unsur kengerian nampak nihil. Jumpscare klise menjadi andalan ketika alur cerita mulai kehilangan arah. What a waste.

Edwin akan selalu menjadi sutradara Indonesia favorit saya. Mengikuti beliau semenjak menyutradarai film-film pendeknya dulu, kualitasnya seperti tak pernah surut, justru semakin tajam.

Kali ini dengan Kabut Berduri, whodunnit thriller yang notabene melenceng dari genre beliau selama ini. Namun ciri khasnya mengaburkan fiksi dan realita tak pernah absen. Kasus rumit tentang pembunuhan beruntun yang melibatkan isu serius seperti aparat korup, trauma masa lalu, hingga perdagangan manusia. Setiap elemen dieksekusi tanpa celah, penceritaan, penokohan, visual, hingga konklusi yang menimbulkan tanya dan akan awet di benak kita.

Salah satu film Indonesia terpenting di tahun 2024 ini.