Sebuah perjalanan kuliner yang terinspirasi dari buku legendaris Mustikarasa terungkap. Chef Ressa, yang berusaha mengembalikan indra perasanya yang hilang, dan Tika, seorang koki rumahan yang mewarisi resep yang hilang dari Mustikarasa, memulai petualangan penuh cita rasa.
Ada sebaris dialog di RAHASIA RASA yang bunyinya ummm… “Bukan soal resepnya, tapi soal tangan yang meraciknya.” Atau ya gitu deh. Dialog itu yang lumayan menggambarkan film ini.
Layaknya masakan, ‘Rahasia Rasa’ adalah “fusion” dari berbagai cita rasa cerita. Kuliner? Masukin. Romansa? Masukin. Drama keluarga? Masukin. Sejarah Indonesia? Perang kemerdekaan? Konflik ‘65? Reformasi ‘98? Masukin! Ya udah tambahin juga bumbu intrik politik plus adegan aksi tembak-tembakan.
Rasanya? Well… Lumayan ngebingungin karena tiap elemen cerita terasa berusaha untuk berdiri sendiri dan gagal untuk menciptakan rasa yang padu. Belum lagi dinamika karakter yang bisa tiba-tiba berubah dan sejumlah dialog yang kedengeran kaku seperti lagi baca teks pidato kenegaraan.
Ya selain karena terlalu banyak “cita rasa” tadi, tangan yang meracik juga gak handal dalam mengolah. Durasi 121 menit dihabiskan untuk melompat dari satu konflik setengah matang ke konflik setengah matang lain. Juga dengan adegan-adegan memasak yang entah mengapa selalu harus dihadirkan dalam slo-mo.
Belum lagi tuturan lamban di sepanjang durasi yang kemudian terasa terburu-buru di paruh akhir guna menghadirkan resolusi yang sepertinya ingin dihadirkan dalam tempo sesingkat-singkatnya.
Sayang banget karena sejumlah elemen film ini - sinematografi, akting Jerome Kurnia dan Nadya Arina, plot tentang hubungan karakter Ressa dan Tika - sebenarnya menarik dan lumayan membuat berharap seandainya film ini diolah dengan racikan resep yang berbeda.