Aurora Ribero mengangkat beban film ini sendiran, ia memberi jiwa film ini, karena tanpa dia film ini jadi hanya sekadar film drama romansa biasa. Naskahnya kebingungan membagi konflik antara kisah cinta beda agama dgn kisah cinta LDR. seharusnya konflik beda agamanya itu yg harus diangkat dan dipertajam, konflik yg sangat menarik bagi masyarakat Indonesia yg agamis, namun sayangnya tidak demikian. Satu-satunya karakter yg memiliki storyline tidak menarik, hampir merusak konflik utama (cinta beda agama), terasa partriarki dan egois adalah Raim. Kiesha Alvaro pun memainkannya dgn stereotip. Karakter Raim disibukkan dengan mencapai cita2nya sendiri selagi berpacaran dgn Komang, tapi ia tak pernah merasa terbebani dgn konflik beda agama dan LDR itu. Effortnya untuk meluluhkan hati ibu Komang pun cuma sekali, yaitu menjelang akhir film. Begitupun ia bisa ngomong ke Komang: “paling tidak aku sudah usaha”. Usaha apaan tuh. Justru komang dan ibunya serta orang tua Raim lah yg memikirkan konflik2 penting itu.

Akting Aurora di film ini mengingatkan saya akan akting Kate Winslet di film Eternal Sunshine. Dialog dan adegan yg kadang terasa cringe, kadang manis dan kadang pahit dapat ia tampilkan dgn emosi yg tepat. Chemistrynya dgn Kiesha Alvaro juga dapat. Satu adegan yg sangat membekas ialah saat Komang menerima telpon dari Raim menjelang akhir film, adegan ini puncak performa aurora karena ia mampu menunjukkan emosi happy, sedih, marah dan kecewa dalam satu scene. Amazing. Ia wajib dapat piala citra atas aktingnya di film, gak cukup nominasi doang.