Ipung (Ardhana Jovin) dinasihati oleh kakek (Landung Simatupang) dan neneknya (Sri Isworowati) untuk tidak bersiul saat maghrib karena hal tersebut dipercaya sebagai pamali di desa mereka. Apalagi, adanya warga yang meninggal di samping rumah membuat pamali tersebut benar-benar harus dihindari. Namun, Ipung tidak mengindahkan perkataan kakek dan neneknya dan tetap bersiul. Ketika tidur, Ipung bermimpi bahwa ia diteror oleh sebuah sosok yang menjelma menyerupai orang-orang yang ia kenal yang diakhiri dengan mimpi tentang kematiannya. Saat terbangun, ternyata teror tetap menghantuinya hingga ia hanya memiliki dua pilihan: mati atau lepas dari kutukan yang harus membuatnya berpindah raga dengan orang sebelumnya yang tersesat di alam gaib karena melanggar pamali yang sama.
Sepanjang film rasanya ingin teriak ke sutradara/penulis naskah: “BIKIN CERITA YANG BAGUS…. BIKIN CERITA YANG BAGUS”.
Entah kenapa, trade mark sebagian besar film horor lokal adalah story development dan story background yg jelek. Segala elemen dalam film ini baik, yaitu visual dan musik yg cantik membuat mood terjaga, akting pemain juga bagus, dan premis serta cerita yg orisinil. Tapi ya itu, perkembangan ceritanya sangat sangat jelek. Sutradara mungkin berpikir dengan menampilkan scene yg berjalan lambat bisa membuat suasana mencekam. Gak bisa coy, tanpa ada latar belakang yg kuat dan alasan yg jelas, penonton gak akan merasa takut dan tercekam.
Stop lah membuat hantu random, karakter2 random yg apes dihantui dan dibunuh tanpa ada alasan dan latar belakang yg jelas. Twist cerita pun dirapel di 30menit terakhir, penonton sudah kadung kesal di 2/3 awal film yg diisi dgn jumpscare generik (walau ada yg lumayan berhasil), serta mimpi dan penampakan yg sudah terlalu sering ditampilkan di film2 horor lain
Overall, film ini gak jelek, hanya saja visi sutradara tidak sampai kepada penonton, dan kebanyakan lost chance. Sayang sih.