Petualangan Sherina 2 berhasil tampil nostalgic dan lebih meriah dibanding film pertamanya.

Sherina bukan lagi anak SD, melainkan sudah menjadi seorang jurnalis di media terkenal. Awalnya, ia ditugaskan untuk meliput acara di luar negeri. Namun, karena perintah dari atasan, akhirnya tak jadi ke luar negeri dan pergi ke Kalimantan untuk meliput orangutan.

Sesampainya disana, ia bertemu dengan Sadam yang sudah dewasa. Sadam bukan lagi anak manja yang serba minta ke orang-tua, melainkan sudah menjadi laki-laki dewasa yang bertugas menjaga satwa. Tatkala keduanya bertemu, rasa rindu kembali menyeruak masuk dalam perasaan masing-masing karakter, yang disampaikan melalui lagu-lagu yang dinyanyikan.

Konflik utama dalam film Petualangan Sherina 2 berfokus pada perihal satwa langka. Tentang orang-orang keji yang memburu satwa demi dikoleksi dan menjadikannya objek untuk dipamerkan, tentang bagaimana usaha untuk menjaganya, dan menggambarkan bagaimana kondisi orangutan di Kalimantan pada saat sekarang.

Film ini mampu membawakan tema besar tersebut dengan sangat baik, juga didukung dengan naskah yang apik. Riri Riza mampu menempatkan porsi yang pas antara musikal, drama, bahkan aksi. Ya, Petualangan Sherina 2 menawarkan banyak hal yang baru, baik dalam segi koreografi musikal, konflik, hingga aksi yang jauh lebih matang.

Sherina yang dulunya pernah belajar karate, Sadam yang terbiasa menjaga satwa, membuat keduanya mampu menghadirkan performa terbaik tatkala harus berhadapan dengan musuh yang cukup kuat.

Walau liriknya banyak diubah dan disesuaikan dengan kondisi Sherina yang sudah dewasa, namun instrumen yang hadir tetap menghadirkan nuansa nostalgia dan membuat saya ingin ikut bernyanyi tatkala mendengarnya.

Sinematografinya juga berhasil memperlihatkan keindahan hutan di Kalimantan, dan juga berhasil memperlihatkan betapa glamour-nya kehidupan sang pencuri satwa. Instrumen yang megah didukung dengan suara Isyana yang membahana membuat filmnya bak sajian orkestra megah seperti di film film barat.