Prani is a middle-aged schoolteacher known for her unwavering ethics, and her creative punishments — called “reflections” — earn her admiration from her colleagues and respect from her pupils. When she sees someone cutting in line at a popular coconut-cake stand, she fearlessly speaks out against the injustice. Her deed takes an unexpected turn, however, when a vlogger posts a video of her, which goes viral, gets misinterpreted, and unleashes a wave of online criticism. Prani's reputation and chances of securing the vice principal position she aspires to are suddenly at risk, and though her family tries to help her prove her innocence, the situation soon spirals out of control.
"Budi Pekerti" berhasil memperlihakan bagaimana masyarakat saat ini seringkali ditekan untuk menjadi individu tanpa cela yang harus selalu tampil 'benar,' tak boleh membuat kesalahan. Jika salah sedikit saja, maka risiko yang didapatkan oleh Bu Prani mungkin juga akan dapat kita alami.
Naskah yang disusun dengan cermat oleh Wregas mengamati detail-detail yang bernilai dan membuat film ini terasa relevan dan dekat dengan penonton. Bu Prani mungkin hanyalah seorang warga biasa, bukan selebritas atau tokoh penting, namun berkat kehadiran media sosial dan kemasan konten clickbait yang memancing penasaran, video teguran Bu Prani pada penyerobot antrian mendadak viral.
"Budi Pekerti" mengajak kita untuk mengikuti upaya Bu Prani dalam membersihkan reputasi. Beragam cara dilakukan, baik proaktif maupun pasif, yang kerap justru menjadi bumerang dan mendatangkan masalah baru.
Film ini mengajak kita untuk merenung, perlukah kita membuka semua privasi kita dan menceritakan semua hal demi menggaet kepercayaan publik, tatkala mereka sebetulnya hanya percaya pada apa yang ingin mereka percayai? Pertanyaan tersebut merupakan salah satu bentuk keresahan Wregas yang ditumpahkan dalam film ini.
Wregas berhasil menyampaikan pesan kritisnya dengan humor ringan, membuat film ini mudah dicerna oleh penonton. "Budi Pekerti" membuktikan bahwa kritik sosial dalam film tidak selalu harus berat; dengan pendekatan yang tepat, pesan yang kuat dapat disampaikan dengan cara yang menghibur.
Secara keseluruhan, "Budi Pekerti" berhasil menghadirkan kritik sosial dalam ceritanya yang mewakilkan keresahan banyak orang. Naskahnya disusun dengan rapih oleh Wregas, dengan beragam keresahan yang hadir, mulai dari dampak dari cyber bullying, viralitas sosial media, kritik pada institusi pendidikan, hingga perihal kesehatan mental.
Mungkin filmnya masih menimbulkan beberapa pertanyaan mengenai salah/benarnya metode yang Bu Prani lakukan. Namun, film ini hadir bukan untuk memberikan jawaban. Berbeda dengan soal pelajaran budi pekerti, masalah dalam kehidupan tidak selalu dapat dipecahkan. Ada kalanya kita hanya perlu membiarkan hidup kita berjalan.
Dengan akting dan chemistry yang solid dari tiap pemain, didukung dengan kualitas produksi, sinematografi, dan penggunaan skoring musik yang tepat, membuat "Budi Pekerti" berhasil menjadi film yang kaya akan rasa, yang tak hanya menghibur, melainkan juga membuat penonton turut berefleksi tatkala selesai menontonnya.