Raina was inherited a hotel in Semarang by her father. He and his younger brother eventually managed the hotel. However, there was one unnumbered room that his father asked him not to disturb. But now, what was in the room was starting to disturb the visitors.
Kebetulan kemarin beres nonton film ini bareng salah satu remaja masjid setelah sholat zuhur. Belum lagi, saya ingat pas film ini lagi promosi, film ini digadang-gadang sebagai film tersadis. Pas baca itu, saya langsung ketawa. Karena udah begitu banyak film-film sadis. Sebut saja kayak Saw, Final Destination, kalau di Indonesia ada Rumah Dara, Killers.
Film yang dibintangi Luna Maya dan Christian Sugiono sebagai karakter utama, udah jelas film ini menceritakan sebuah teror dari sebuah hotel yang hotelnya sendiri masih terbilang aktif, dan ada aturan kalau gak boleh pergi ke lantai 3, karena ada sesuatu.
Sebenarnya dari segi cerita, terbilang biasa sih. Kayak udah tau arahnya mau kemana. Tapi soal eksekusinya, ditambah logika bodoh yang bertebaran juga, Ya Allah. Untuk soal adegan gore, sebenarnya terbilang sadis ya sadis. Tapi untuk julukan film tersadis, saya rasa gak terlalu. Kalau kayak film Saw, kenapa masuk salah satu film tersadis, karena setiap jebakan dan aturan permainannya yang memang mengarah kesitu.
Dari segi misteri, cenderung B aja sih. Tapi di film ini, ntah kenapa proses mendapatkan jawaban setiap misteri, terkesan terlalu cepat dan terlalu digampangkan. Semua serba kebetulan, dan penjelasannya langsung detail secara tiba-tiba. Kok tiba-tiba tau jawaban ini, jawaban itu, segala macem. Jadi kayak, bener-bener terkesan seperti mendengarkan jawaban presentasi kuliah ketimbang nonton film.
Belum lagi, banyak sekali logika bodoh yang membuat pas saya nonton, rasanya pengen berkata kasar, tapi saya berusaha untuk menahan diri. Padahal di awal udah lumayan, tapi pas kedatangan Luna Maya, sampai ada si Christian Sugiono, disitulah mulai tanda-tanda gobloknya film ini.
Apa yang bikin film ini masih layak untuk ditonton? Dari shot-shotnya, set lokasinya, itu masih ketolong, karena memang kebiasaan Hitmaker, selalu saja set lokasinya terbilang mewah dan terkesan "istana" yang hanya bisa dimiliki orang-orang kaya. Sayang sekali, chemistry Luna Maya dan Christian Sugiono di film ini, gak tau kenapa rasanya hambar. Jadinya kurang ada rasa simpati, dan rasanya kayak ya udah begitu doang. Bahkan ada 1 scene yang tiba-tiba nyatakan cinta dan lamaran nikah, itu kayak apa sih?
Oh iya. Soal religi, itu beneran ada di film ini. Satu poin yang cukup menarik, dimana ngasih tamparan buat kita, kalau kita selalu membutuhkan pertolongan dan perlindungan dari Tuhan. Ditambah ada adegan sholat, berdzikir, itu cukup mengangkatlah, walau gak dieksplor lagi.
Apakah film ini termasuk yang jelek? Dibilang jelek iya, dibilang bagus juga enggak. Ya 50 : 50 bisa dibilang, untuk film Panggonan Wingit. Bisa kalian nonton di Netflix, kalau kalian ingin tau filmnya kayak gimana.