Azka Hidayat Akbar Nasution
Badarawuhi di Desa Penari
Badarawuhi Di Desa Penari (2024) : 7,5 /10.
Setelah film KKN Di Desa Penari bak ketumpah cerita thread ke dalam naskah, akhirnya MD Pictures selaku rumah produksi merekrut sang dokter horror yakni Kimo Stamboel sebagai sutradara film Badarawuhi Di Desa Penari, meski naskahnya kembali ditulis oleh Lele Laila, orang yang pernah menjadi penulis naskah film KKN Di Desa Penari yang disutradarai Awi Suryadi.
Kimo Stamboel yang biasanya terkenal akan gore dan luka yang ngeri, kali ini beliau berani keluar dari zona nyaman, dengan menonjolkan cerita mistis, meski tetap kerasa cerita KKN Di Desa Penari. Secara kualitas, jalan cerita, teknis, sinematografi, scoring music, set, serta penokohan tiap karakter dirasa pas dan juga terlihat matang. Ini gak lepas dari acting tiap pemain, terutama dialog bahasa Jawa yang terdengar lebih luwes dan enak untuk didengar, meski saya bukan orang Jawa.
Secara cerita, selain sebagai sebuah prequel, film Badarawuhi Di Desa Penari lebih seperti sebuah remake dengan kualitas yang lebih matang. Karena ada beberapa adegan yang mengingatkan ke film KKN Di Desa Penari, tapi untungnya gak ada kegoblokan, bahkan terkesan dilama-lamain, termasuk adegan mandi di film KKN yang lamanya minta ampun. Meski begitu, Kimo sebagai sutradara sekaligus dokter horror sadar kalau ini adalah cerita KKN. Tinggal bagaimana cara pak dokter menyajikan sebuah film yang berkualitas, yang bikin film KKN merasa dipermalukan.
Asal usul Badarawuhi sebenarnya gak diceritakan lebih, dan ini memang mengingatkan saya ke film Ivanna. Kebetulan Ivanna didirect oleh Kimo Stamboel, dan ditulis oleh Lele Laila juga. Padahal pengennya asal usul Badarawuhi diceritakan, termasuk bagaimana bisa Badarawuhi menjadi penguasa di desa penari. Tapi sebagai gantinya, gambaran desa di tengah hutan yang kehidupannya terbilang normal, ditambah unsur budaya seperti menari sangat menonjol dan kerasa vibesnya kalau itu memang sebuah desa penari.
Aulia Sarah sebagai Badarawuhi semakin menunjukkan kualitas akting yang meyakinkan, sebagai sosok Badarawuhi yang terkesan mistis, menggoda, namun intimidasi. Karakter Mbah Buyut masih menjadi MVP bahkan terkesan sebagai tokoh utama secara keseluruhan, karena dia yang paling kerasa dengan konflik yang selama ini sudah terjadi. Maudy Effrosina sebagai tokoh utama yakni Mila juga berhasil menunjukkan kualitas aktingnya, didukung juga dengan latar belakang serta penokohan karakter yang kuat.
Yang paling mengejutkan disini, justru ada di tokoh Ratih. Gak tau kenapa, dengan adanya tokoh Ratih, hampir mencuri highlight tokoh Mila, sehingga terkesan dia yang lebih seperti tokoh utama. Karakter Yuda sebagai sepupunya Mila juga gak kalah penting, meski tokoh Arya dan Jitto lebih seperti pelengkap, terkhusus Jitto yang buat saya sempat ketawa terbahak-bahak. Meski begitu, tokoh Mbah Buyut tetap menjadi MVP buat cerita Badarawuhi dan KKN, bahkan kehadirannya sangat ditunggu-tunggu, dengan screentime yang paling banyak.
Berbicara unsur horror, Kimo sebagai sutradara kali ini lebih menekankan unsur mistis, namun tetap creepy dan lebih solid. Meski begitu, tetap ada unsur body horror dan sedikit gore yang ditampilkan Kimo yang gak kalah ngilu dan terkesan disturbing. Cukup mengejutkan, Kimo berani keluar dari zona nyamannya, tapi mau menyajikan sebuah film yang berkualitas. Padahal ada kekhawatiran, dengan adanya Lele Laila sebagai penulis, ditambah rating 13+, bakal terkesan sampah dan makin memburuk. Tapi ternyata, tidak.
Overall Badarawuhi Di Desa Penari lebih layak disebut sebagai remake, tapi sekaligus mengobati rasa kekecewaan setelah menonton KKN Di Desa Penari. Meski begitu, kalau dibandingkan sama Ivanna dan Sewu Dino, masih belum cukup untuk menyaingi kualitas 2 film. Walau begitu, film ini lebih baik dibanding Jailangkung Sandekala sama Dreadout yang dirasa, masih perlu dibenah lagi.
Azka Hidayat Akbar Nasution
Badarawuhi di Desa Penari