Film biopik tentang Lafran Pane (Dimas Anggara), pendiri organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), diawali dengan Lafran kecil (Nabil Lungguna), yang cerdas namun kurang disiplin. Lafran tumbuh menjadi pemberontak dan pindah ke pelbagai sekolah, bahkan sempat menjadi petinju jalanan. Abangnya, pujangga Sanusi Pane (Aryo Wahab) dan Armijn Pane (Alfie Afandi), mendorong Lafran agar menyalurkan energinya dalam bentuk karya. Saat pendudukan Jepang, Lafran sempat ditahan karena membela para peternak sapi. Ia kemudian dibebaskan setelah ayahnya menebus dengan menyerahkan bus Sibual-buali kepada tentara Jepang. Semasa kuliah di Jogjakarta, Lafran gelisah melihat kaum muslim terpelajar yang terlalu larut dalam pemikiran sekular, dan melupakan ibadah. Ia pun mendirikan HMI sebagai wadah untuk berjuang dalam bingkai keislaman dan keindonesiaan serta nonpolitik. Didukung oleh kekasihnya, Dewi (Lala Karmela), ia merelakan HMI dipimpin mahasiswa yang bukan dari Sekolah Tinggi Islam, sebelum meminta Syafaat Muntadja (Farandika) dari UGM untuk meminpin HMI.
Lafran adalah tipe biopik yang karena menceritakan kehidupan tokohnya dari kecil, cerita jadi terlalu lama sampai ke bagian yang paling penting dan menarik dari permasalahan hidupnya. Bagian Lafran membuat organisasi Islam sendiri kehilangan momentum oleh sebab awal cerita yang tidak langsung fokus.
To make it worse (and kinda sad, mengingat pesan utamanya sebenarnya penting dan relevan), film ini dibuka dengan cara paling lawak yang aku lihat belakangan ini; openingnya kayak highlight adegan-adegan ala teaser opening pada video-video YouTube!