Superman, seorang jurnalis muda di Metropolis, memulai perjalanan untuk mendamaikan asal-usulnya sebagai seorang Krypton serta identitasnya sebagai pria bernama Clark Kent.
Saya gak benci James Gunn, juga bukan pemuja Snyder. Malah suka banget sama semua entry GotG & Suicide Squad. Di luar kelemahan MoS & BvS, Zack Snyder's Justice League buat saya adalah masterpiece. Cuma cocok nggak Superman diperlakukan dengan gaya Gunn, ini dia masalahnya.
Dan..... ternyata #Superman memang punya kelemahan seperti yang dikhawatirkan. Ada memang sejumlah hal bagus terutama gimmick fun action spektakuler, Corenswet dari angle samping berkali-kali mengingatkan ke Christopher Reeve walau sering masih terlihat bingung dengan karakternya. Brosnahan yang tone suara dan gestur-ekspresinya sangat Margot Kidder, apalagi Krypto yang fresh. Hoult's Luthor juga - walau ngikutin skripnya yang serba ujug-ujug termasuk bertaruh ke chemistry Corenswet-Brosnahan hanya lewat dua keyscene, makin ke belakang makin baik.
Hanya saja, #Superman ini memang jauh lebih mudah diterima kalau pakai judul sesuai source-nya aja, All Star Superman, karena seringkali filmnya terasa campur aduk seakan jadi instalmen kedua atau ketiga dari sebuah franchise superhero dengan zero backstory dari semua karakter Justice Gang, sementara selagi menghindari repetisi origin story, Gunn malah memilih membawa kembali origin Superman soal Jor-El/Lara ke twist dengan cara sangat salah, mengorbankan karakter-karakter penting ini demi justifikasi pilihan moral dan kemanusiaan Superman.
Walaupun personil Justice Gang ini masing-masing bisa mencuri perhatian dengan spesialisasi Gunn menghandle superhero ensemble ke sentuhan komedi, terutama Mr. Terrific yang sangat mengesankan, tapi tetap saja ini seakan mengulang kembali kesalahan Black Adam, dan mostly DCEU yang tak tersistematik mengenalkan satu-persatu dulu karakter superhero dengan origin story mereka. Flaws lainnya ada di sematan subplot Jimmy Olsen dan Ms. Tesmacher yang juga tak punya dasar dan alasan jelas.
Berikutnya, selain tampilan Pa & Ma Kent yang maunya dibikin menyentuh tapi gagal, juga variations John Murphy & David Fleming ke komposisi John Williams yang entah kenapa kerap dilarikan ke chord melodik minor, melawan tone heroismenya.
So, ya begitulah. Benar, bahwa Gunn mengembalikan gambaran sosok Superman ke feel terang, colorful dan fully hopeful di balik segala simbol soal alien dan imigran yang bisa tetap ditebalkan, namun rasanya terlalu banyak subplot dan karakterisasi tumpang tindih dalam mengusung judul #Superman sebagai sebuah reboot universe barunya. Mudah-mudahan kalaupun resepsinya bisa masuk ke generasi audiens sekarang dan berlanjut dengan wom yang bagus - walaupun saya tak terlalu yakin, instalmen-instalmen DCU berikutnya di tangan Gunn bisa lebih baik. Sedih rasanya kalau lagi-lagi mesti menunggu 5-10 tahun untuk another reboot.
Sebagai sebuah entry di awal-awal DCU yang membawa Superman ke generasi sekarang dan mencoba memulai kembali semesta barunya, #Superman tetap menarik, fun dan cukup seru. Tapi sebagai film standalone Superman, ini overstuffed mess yang terlalu ke mana-mana & agak disrespectful.
Menontonnya dalam format @MX4D_Global 3D cukup memberikan cinematic experience yang berkesan. Siraman angin, cipratan air-nya yang lebih masif dari 4DX cukup asyik walau bangkunya tak berguncang sekinetik itu. 3D-nya pun punya depth yang oke. Format @IMAX rasanya perlu dicoba.
Oh ya, ini *spoiler warning*, satu kekurangan paling fatal lagi adalah pemilihan Milly Alcock untuk memerankan Supergirl yang diintroduksi dengan cara yang nggak banget sebagai Kara pemabok lewat selera humor James Gunn yang nyeleneh & kadang keluar jalur.
Apaan sih, pak Pestol?