Setelah kematian mendadak kakak-kakaknya, seorang arsitek muda yang sedang berjuang tiba-tiba menjadi orang tua tunggal bagi keponakannya. Ketika kesempatan untuk kehidupan yang lebih baik muncul, ia harus memilih antara kehidupan cintanya, kariernya, atau keponakannya.
Nonton tanpa ekspektasi karena masih kebayang brilian dan kesuksesan Jesedef, turns out Sakatupo sama sekali tidak mengecewakan. Alurnya cukup rapi. Skripnya bagus banget dan didukung detail momen yang terasa pas. Adegan simple tanpa dialog pun rasanya ngena. Emosi penonton dibuat naik turun; getir, miris, sedih, dan ketawa bersamaan. Bittersweet. Porsi cerita side character seimbang. Selain akting Chicco yang ga perlu diragukan, Fatih Unru, Amanda Rawles, Ahmad Nadif pun berperan sangat baik. Shout out to Kawai Labiba, aktingnya keren dan sukses peranin Ais.
Momen favorit; scene Ima demam tinggi dan Moko skin to skin (metode PMK) Ima supaya demamnya turun, scene car wash, dan tentu scene pamungkas di akhir. Mas Yandy selalu kasih detail kecil dan hidden message, contohnya di bagian car wash dan kaus yang dipakai Woko di final act. Oiya, cameo-nya gokil sih, momennya pas ga bikin jadi cringe. Salut, kok bisa-bisanya mas Yandy kepikiran ajak doi jadi cameo😂. Sisipan komedi di sepanjang film pun nggak merusak momen penting; nggak kurang, nggak berlebihan. Yaa, ada beberapa minor, termasuk durasinya yang agak terlalu panjang, imo.
To be honest, Jesedef is still my favorite, tapi Sakatupo tetap worth to watch dan mampu buat terkesima. Mengharukan dan rasanya hangat. Terima kasih, mas Yandy Laurens 👏🏻