Kaluna adalah anak bungsu yang tinggal di rumah bersama keluarga besarnya. Keadaan ini membuatnya bermimpi punya rumah sendiri. Sayangnya, keinginan tersebut tidak mudah untuk ia capai. Masalah keluarga yang datang justru menghalangi rencana Kaluna sekaligus memaksanya untuk memilih antara keluarga atau cita-cita yang selama ini ingin ia wujudkan.
Nangis, tertawa, nangis lagi, dan tertawa lagi, film ini benar-benar sukses mengaduk-ngaduk emosi penonton saat menontonnya. Cerita yang diangkat beserta pendekatannya adalah alasan terbesar kenapa penonton bisa berempati dengan Kaluna meskipun tidak mengalami apa yang dialami Kaluna.
Detail-detail dalam film ini juga sangat mendukung penceritaannya, seperti visual rumah Kaluna yang sangat menunjukkan bahwa itu memang rumah peninggalan yang sudah ditinggali banyak orang sejak lama dan kehidupan sehari-hari Kaluna yang membuat penonton percaya bahwa dia sangat pandai mengatur keuangannya.
Sayangnya beberapa karakter seperti saudara, teman, bahkan mantannya Kaluna kurang terasa menonjol dalam cerita dan tidak begitu berpengaruh pada pengembangan karakter Kaluna itu sendiri.
*Baca beberapa review pembaca bukunya katanya karakter-karakter tersebut sebenarnya sangat penting dalam cerita di novelnya, mungkin karena keterbatasan durasi film jadi seperti itu