Kelanjutan kisah Dua Garis Biru, tentang Bima (Angga Yunanda) dan Dara (Aisha Nurra Datau) yang berusaha membangun rumah tangga dan jadi orangtua terbaik untuk Adam (Farrell Rafisqy) di antara perbedaan mereka kini.
Tampil sangat hangat dan kuat, Dua Hati Biru menurut saya jauh lebih baik dibanding pendahulunya, Dua Garis Biru.
Naskah yang ditulis oleh Gina S. Noer rapi dan kokoh dari awal film hingga akhir film. Hal yang saya suka dari skripnya adalahh melebarkan skala ceritanya selayaknya sekuel, dan menggabungkan beberapa sub-plot yang menarik dan di eksekusi dengan rapi, semuanya terjelaskan dan tidak menggantung (mungkin alasan perpisahan orang tua Dara bisa diberikan screentime yang lebih banyak).
Keputusan untuk merecast Adhisty Zara menjadi Nurra Datau menurut saya adalah pilihan yang tepat. Bukan berarti akting Adhisty Zara buruk, namun menurut saya, Nurra Datau di beberapa momen lebih baik dalam menyampaikan emosi melalui ekspresi, intonasi dan gestur badan.
Tak hanya Nurra Datau, semua pemain dalam film ini berakting dengan baik, namun Farrel Rafisqy dan Keanu Angelo sangat mencuri perhatian! Farrel berhasil memerankan karakter Adam yang menyebalkan namun menggemaskan, dan Keanu tetap menjadi Keanu yang identik dengan celetukan-celetukannya yang lucu.
Sama juga seperti film pendahulunya, Dua Hati Biru memiliki banyak soundtrack yang bagus dan memiliki scoring yang tidak berlebihan pada adegan-adegannya.
Kekurangan dari Dua Hati Biru menurut saya pribadi mungkin hanya transisi dari momen drama ke komedi atau sebaliknya yang terasa terlalu cepat, selebihnya sudah sangat baik.
Sebelum saya menutup review ini, saya ingin memberikan apresiasi yang sebesar-besarnya kepada Gina S. Noer dan Dinna Jasanti karena telah membuat film yang sangat hangat dan menyenangkan ini.
Dua Hati Biru adalah pilihan terbaik untuk ditonton bersama keluarga di Bioskop saat ini.
(Saya juga kagum dengan cara mba Gina dan mba Dinna mengarahkan Farell yang masih balita untuk berakting dan hasilnya se natural itu.)