During the 1965 mass killings and political upheavals to eliminate the Indonesian Communist Party, the new government banned hundreds of Indonesian scholars in the Soviet Union and China from their homeland, forcing them to exile across European countries without status. Shifting between the Netherlands, Czech Republic, Sweden, Germany, and Indonesia, this documentary follows those whose lives were uprooted decades ago as they recall the fate-changing events and strive to find the closest way to feel home. It’s a story of life built over trauma, the right to reclaim national identity, and a quest to define home through a collective of heartbreaking memories preserved by a group of cast-out intellectuals.
Perjalanan panjang untuk pulang.
Saya baru tahu kalo ada kisah ini, mahasiswa yang sedang belajar di luar negeri, tidak bisa kembali ke Indonesia di tahun 1965-an. Alasannya karena mereka dianggap sayap kiri dan mendukung PKI, dan salah satu syarat untuk kembali adalah dengan menandatangani berkas untuk mengakui pemerintahan era orde baru. Bukannya tidak mau, tetapi idealisme mereka menganggap bahwa paham yang dipercaya tidak bertentangan dan justru dijadikan kambing hitam oleh pemerintah yang berkuasa.
Alhasil paspor mereka tidak bisa diperpanjang & selama lebih dari 30 tahun tertahan di negeri orang. Jerman, Belanda dan Cina adalah beberapa diantaranya. Sebagian mencari suaka ke Swedia dan negara netral lainnya, tapi sebagian besar bertahan menunggu jalan terang untuk pulang.
Sisi lain sejarah Indonesia ini tersaji dalam film dokumenter yang membuat miris, ada yang bisa kembali berbekal paspor negara lain, dan sebagian "tertawan" di negara lain hingga akhir hayatnya.
Menonton Eksil seperti membaca buku Man Search for Meaning, tapi lebih terasa karena seperti diceritakan oleh keluarga sendiri.